PERDA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHANPENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

GUBERNUR SULAWESI BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT
NOMOR 3 TAHUN 2016
TENTANG
PENCEGAHANPENYALAHGUNAAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI BARAT,
Menimbang : a. bahwa Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
merupakan bahan yang bermanfaat di bidang medis atau
kedokteran, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, namun apabila disalahgunakan dapat
menimbulkan ketergantungan dan membahayakan
perkembangan sumber daya manusia dan mengancam
kehidupan masyarakat Provinsi Sulawesi Barat;
b. bahwa untuk mencegah meningkatnya jumlah penyalahguna
dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya di Provinsi Sulawesi Barat, perlu
dilakukan upaya pencegahanpenyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi
Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Gubernur dalam
melakukan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
di Provinsi, menyusun Peraturan Daerah tentang Narkotika;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika, Psiktropika, dan Zat Adiktif Lainnya;
Mengingat 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Daerah Republik Indonesia Nomor
3671);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan
United Natons Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17,
Tambahan Lembaran Daerah Republik Indinesia Nomor
3673);
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Daerah
Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 99, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5882);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Daerah Republik Indonesia Nomor 4422);
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Daerah Republik Indonesia Nomor
5062);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Daerah Republik Indonesia Nomor
5063 );
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Daerah Republik Indonesia Nomor
5211);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 96, Tambahan Lembaran Daerah Republik Indonesia
Nomor 5419);
11. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013
tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunan Narkotika
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 352);
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT
dan
GUBERNUR SULAWESI BARAT
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT
ADIKTIF LAINNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Barat.
2. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sulawesi Barat.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten se Provinsi Sulawesi
Barat.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Barat yang selanjutnya
disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
7. Badan Nasional Narkotika Provinsi Sulawesi Barat yang selanjutnya disebut
BNNP, adalah Instansi Vertikal yang bertanggungjawab melakukan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
8. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantugan.
9. Prekusor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika.
10. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
11. Zat adiktif lainnya adalah zat atau bahan selain Narkotika, Psikotropika, Kafein
dan Nikotin yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan
dan merugikan baik bagi dirinya dan/atau lingkungannya.
12. Pencegahan adalah segala upaya, usaha atau tindakan yang dilakukan secara
sadar dan bertanggungjawab bertujuan untuk meniadakan dan/atau
menghalangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan
Narkoba.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
13. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyaadalah upaya untuk mencegah semakin meluasnya penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
14. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnyatanpa hak atau melawan hukum.
15. Penyalahgunaan adalah pemakaian Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya dengan maksud bukan untuk pengobatan dan/atau penelitian serta
digunakan tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.
16. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan
Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik
maupun psikis.
17. Pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyaadalah orang yang
menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam kedaan
ketergangtungan pada Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, baik
secara fisik maupun psikis.
18. Korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyaadalah
seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnyakarena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam
untuk menggunakan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
19. Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu
narkotika yang sudah cukup umur dan keluarganya, dan/atau wali dari
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika yang belum
cukup umur kepda Institusi Penerima Wajib Lapor untuk mendapatakan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial.
20. Institusi Penerima Wajib Lapor adalah Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah
Sakit, dan/atau Lembaga Rehabiltasi Medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
21. Fasilitasi adalah upaya Pemerintah Daerah dalam pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
22. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya.
23. Fasilitas rehabilitasi medis adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, melalui kegiatan pengobatan
secara terpadu baik fisik, psikis, spiritual dan sosial.
24. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
fisik, mental maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnyadapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
25. Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnyaadalah lembaga yang melaksanakan rehabilitasi sosial
korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
BAB II
ASAS, MAKSUD, DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Pasal 2
Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
diselenggarakan berdasarkan azas:
a. keadilan;
b. pengayoman;
c. kemanusiaan;
d. ketertiban;
e. perlindungan;
f. keamanan;
g. nilai-nilai ilmiah;
h. kepastian hukum.
i. kemitraan; dan
j. kearifan lokal.
Bagian Kedua
Maksud
Pasal 3
Maksud pengaturan Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnyaadalah untuk mencegah, melindungi dan menyelamatkan
masyarakat Sulawesi Barat dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnyaserta memberikan layanan kepada korban penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Pengaturan PencegahanPenyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyaini bertujuan untuk :
a. mencegah dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyamelalui penyebaran informasi, agar
masyarakat memiliki wawasan, pengetahuan tentang bahaya Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyasehingga dapat terhindar dari
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
b. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman resiko
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. membangun partisipasi masyarakat agar berperan serta dalam upaya
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,
sehingga dapat memperlancar upaya pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;dan
d. menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan masyarakat dari
ancaman penyalahgunanan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,
sehingga masyarakat dapat melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Pasal 5
Tugas Pemerintah Daerah dalam pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyaadalah :
a. memberikan layanan serta akses komunikasi, informasi dan edukasi yang benar
kepada masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
b. melakukan koordinasi lintas lembaga, baik dengan lembaga Pemerintah, Swasta
maupun masyarakat;
c. memfasilitasi upaya khusus, rehabilitasi medis, dan rehabilitasi sosial bagi
pemakai pemula, pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya; dan
d. melindungi kepentingan masyarakat luas terhadap resiko bahaya
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Pasal 6
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam pencegahan penanggulangan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyameliputi :
a. menetapkan pedoman operasional dalam melakukanfasilitasi pencegahan
penyalahgunaan dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
b. menetapkan tempat rehabilitasi medis dan tempat rehabilitasi sosial di Daerah;
dan
c. membina dan mengawasi tempat rehabilitasi medis dan tempat rehabiltasi
sosial di Daerah yang diselenggarakan oleh swasta dan masyarakat.
BAB IV
ANTISIPASI DINI
Pasal 7
Antisipasi dini dilakukan melalui cara-cara :
a. menanamkan pemahaman hidup sehat anak usia dini, remaja dan dewasa;
b. memberikan komunikasi, informasi dan edukasiyang akuratdan jelas mengenai
bahayanya Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. bekerjasama dengan lembaga pendidikan;
d. tanggap lingkungan melalui peran aktif;
e. bekerja sama dengan lingkungan rumah; dan
f. hubungan interpersonal yang baik.
Pasal 8
Menanamkan pemahanan hidup sehat anak usia dini sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf a dilakukan melalui :
a. menanamkan perilaku hidup sehat bagi anak-anak;
b. memberikan pengertian mengenai asupan makanan/minuman yang baik dan
yang berbahaya bagi tubuh;
c. memberikan pengetahuan mengenai fungsi organ tubuhnya yang dapat
terganggu karena Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya; dan
d. memberikan penjelasan bahwa merokok atau minum minuman beralkohol tidak
baik bagi kesehatan.
Pasal 9
Memberikan informasi yang akurat dan jelas mengenai bahayanya narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan melalui :
a. memberikan informasi mengenai jenis-jenis Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
b. memberikan informasi yang akurat dan jelas mengenai bahaya dari setiap jenis
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. memberikan informasi mengenai dampak bila menggunakannya, baik
dampaknya bagi organ tubuh, dampak hukum bila tertangkap, memiliki,
menggunakan atau mengedarkan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya; dan
d. memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita sebagai akibat
pemakaian Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
Pasal 10
Bekerjasama dengan lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c, dilakukan melalui :
a. pendidikan mengenai bahaya Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif di
perguruan tinggi dan sekolah sebagai salah satu sub-kurikulum yang wajib
diikuti oleh setiap mahasiswa dan anak;
b. kerjasama dengan sekolah dan perguruan tinggi untuk merancang program
pemantauan, pencegahan, dan juga program penanggulangan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif secara holistik;
c. koordinasi dengan dosen, guru-guru, guru BK (bimbinan konseling), osis,
satpam/security, penjaga kantin, dan karyawan lainnya di lingkungan
sekolah/kampus untuk mengawasi para siswa/mahasiswanya; dan
d. melaporkan kepada pimpinan Perguruan Tinggi atau pimpinan sekolah apabila
mengetahui terdapat siswa/mahasiswanya yang menggunakan memakai
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
Pasal 11
Tanggap lingkungan melalui peran aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf d, dilakukan melalui :
a. perhatian orang tua terhadap lingkungan rumah mereka sendiri, dimana anakanak
mereka tumbuh;
b. perhatian orang tua terhadap perubahan perilaku anak;
c. perhatian orang tua terhadap perubahan-perubahan masa peralihan anak,
yaitu masa puber dan peralihan anak menjadi remaja, remaja menjadi dewasa;
d. perhatian orang tua terhadap perilaku seorang anak yang mulai terekspos pada
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif atau yang sudah kecanduan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif.
Pasal 12
Bekerja sama dengan lingkungan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf e, dilakukan melalui :
a. kerjasama dengan RT, RW, dan sebagainya;
b. menjalin hubungan yang baik dengan para tetangga; dan
c. membuat sistem pemantauan keamanan bersama tetangga lainnya yang juga
melibatkan Ketua RT, dan RW.
Pasal 13
Hubungan interpersonal yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f,
dilakukan melalui :
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
a. menjalin hubungan yang baik dengan keluarga;
b. menciptakan kondisi keluarga yang nyaman dan aman bagi anak-anak; dan
c. mengawasi/memantau gejala awal pemakaian narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya pada anak-anak.
Pasal 14
(1) Antisipasi Dini untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyaselain dilakukan melalui cara-cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, juga dapat dilakukan melalui kegiatan :
a. seminar;
b. lokakarya;
c. workshop;
d. halaqoh;
e. pagelaran, festival seni dan budaya;
f. outbond seperti jambore, perkemahan, dan napak tilas;
g. perlombaan seperi lomba pidato, jalan sehat, dan cipta lagu;
h. pemberdayaan masyarakat;
i. pelatihan masyarakat;
j. karya tulis ilmiah; dan
k. sosialisasi, diseminasi, asistensi dan bimbinganteknis.
(2) Dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan
pemberian informasi atau penjelasan mengenai bahaya penggunaan dan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
BAB V
PENCEGAHAN
Pasal 15
Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyameliputi:
a. primer;
b. sekunder; dan
c. tersier.
Pasal 16
(1) Pencegahan primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a merupakan
upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya.
(2) Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b
merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar tidak
mengalami ketergantungan terhadap Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya.
(3) Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c merupakan
upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna yang sudah pulih dari
ketergantungan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyasetelah
menjalani rehabilitasi sosial, agar tidak mengalami kekambuhan.
(4) Tata cara pencegahan primer, sekunder dan tersier diatur dengan Peraturan
Gubernur.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
BAB VI
PENANGANAN
Pasal 17
(1) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib
memperoleh penanganan melalui rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial
(2) Wajib lapor bagi Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika dilakukan oleh :
a. orang tua atau wali pecandu,penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotikayang belum cukup umur; dan
b. pecandu,penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkotika yang sudah
cukup umur atau keluarganya.
(3) Wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Institusi
Penerima Wajib Lapor yaitu pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dan Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditetapkan Menteri Sosial.
(4) Dalam hal laporan dilakukan selain pada Institusi Penerima Wajib Lapor,
petugas yang menerima laporan meneruskannya kepada Institusi Penerima
Wajib Lapor.
(5) Selain penanganan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penanganan penyembuhan pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika dapat diselenggarakan
oleh Instansi Pemerintah/Pemerintah Daerah atau masyarakat melalui
pendekatan keagamaan dan tradisional.
(6) Tata cara dan pelaksanaan ketentuan Wajib Lapor bagi Pecandu Narkotika,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 18
(1) Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3)
harus memenuhi persyaratan:
a. ketenagaan yang memiliki keahlian dan kewenangan di bidang
ketergantungan narkotika; dan
b. sarana yang sesuai dengan standar rehabilitasi medis atau standar
rehabilitasi sosial.
(2) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sekurangkurangnya
memiliki:
a. pengetahuan dasar ketergantungan narkotika;
b. keterampilan melakukan assessment ketergantungan narkotika;
c. keterampilan melakukan konseling dasar ketergantungan narkotika; dan
d. pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi berdasarkan jenis
narkotika yang digunakan.
(3) Ketentuan mengenai ketenagaan serta standar sarana dan pelayanan
rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial sebagaimaa dimaksud pada ayat (1)
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
REHABILITASI
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Bagian Kesatu
Rehabitasi Medis
Pasal 19
(1) Rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyadilaksanakan di fasilitas
rehabilitasi medis yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
atau masyarakat.
(2) Fasilitas rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat atau lembaga rehabilitasi tertentu yang
menyelenggarakan rehabilitasi medis.
(3) Lembaga rehabilitasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. lembaga rehabilitasi medis milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
b. klinik rehabilitasi medis yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(4) Penetapan rumah sakit milik Pemerintah Daerah, Swasta atau masyarakat dan
Puskesmas sebagai penyelenggara rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Daerah.
(5) Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan atau rawat inap
sesuai dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
(6) Penyelenggaraan rehabilitasi media pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
bertanggungjawab di bidang kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengawasan terhadap rehabilitasi medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Rehabitasi Sosial
Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan rehabilitasi sosial kepada mantan
Pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, penyalahgunadan
korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
(2) Selain Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat
dapat menyelenggarakan rehabilitasi sosial kepada mantan pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya.
(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
dalam bentuk :
a. motivasi dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
d. bimbingan mental spiritual;
e. bimbingan fisik;
f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
g. pelayanan aksesibilitas;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
h. bantuan dan asistensi sosial;
i. bimbingan resosialisasi;
j. bimbingan lanjut; dan/atau
k. rujukan.
(4) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan di
dalam maupun di luar lembaga rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana
rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
Pasal 22
(1) Gubernur dapat membentuk Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi mantan pecandu,
penyalahguna dankorban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnyayang tatacaranya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Selain program pelayanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga
Rehabilitasi Korban memberikan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai berikut :
a. penyediaan sarana;
b. penyediaan sandang;
c. pelayanan kesehatan;
d. bimbingan fisik mental spiritual;
e. bimbingan sosial; dan
f. keterampilan hidup dan vokasional.
(3) Tata cara pembentukan Lembaga Rehabilitasi Sosial mantan
pecandu,penyalahguna dankorban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnyasesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
bertanggungjawab di bidang sosial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 24
Dalam melakukan rehabilisasi medis dan rehabilitasi sosial mantan Pecandu,
Penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya sbagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) da Pasal 21 ayat
(1),Gubernur memiliki kewenangan :
a. berkoordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan
rehabilisasi medis dan rehabilitasi sosial mantan pecandu,penyalahguna
dankorban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyaantar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), antar Pemerintah Provinsi
dengan Pemerintah Kabupaten, dan antar Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
Sulawesi Barat;
b. bekerjasama dengan Provinsi lain dan Kabupaten/Kota di Provinsi lain, serta
fasilitasi kerja sama antar Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sulawesi Barat
dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan;
c. melakukan penguatan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan sumber
daya manusia untuk pelaksanaan rehabilisasi medis dan rehabilitasi sosial
korban mantan pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
d. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rehabilisasi
medis dan rehabilitasi sosial mantan pecandu, penyalahguna dankorban
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyadi
Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelaksanaan
rehabilisasi medis dan rehabilitasi sosial mantan pecandu,
penyalahgunadankorban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya;
f. menghimpun, pemetaan dan verifikasi pendataan penyelenggaraan rehabilisasi
medis dan rehabilitasi sosial mantan pecandu,penyalahguna dan korban
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
g. menyediakan pelayanan rehabilisasi medis dan rehabilitasi sosial mantan
Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya.
BAB VIII
KERJASAMA
Pasal 25
(1) Dalam pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnyadapat dilakukan melalui kemitraan/kerjasama dengan :
a. Organisasi Kemasyarakatan;
b. Swasta;
c. Perguruan Tinggi;
d. Sukarelawan;
e. Perseorangan;
f. Badan Hukum;
g. BNN Provinsi Sulawesi Barat;
h. POLRI;
i. Pemerintah Kabupaten/Kota SeProvinsi Sulawesi Barat; dan
j. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota lain.
(2) Selain kemitraan/kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyadapat
melibatkan :
a. Forum Kerukunan Umat Beragama;
b. Forum Kewaspadaan Dini;
c. Masyarakat; dan
d. Komunitas Intelijen Daerah.
BAB IX
FORUM KOORDINASI
Pasal 26
(1) Dalam rangka pencegahanpenyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya di Daerah, dibentuk Forum Koordinasi Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya Provinsi
Sulawesi Barat yang diketuai oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi.
(2) Forum Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur-unsur
:
a. Pemerintah Daerah;
b. Pemerintah Kabupaten/Kota;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
c. Badan Narkotika Nasional Provinsi; dan
d. Lembaga Swadaya Masyarakat.
(3) Susunan Keanggotaan Forum Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Forum Koordinasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur denganPeraturan Gubernur.
BAB X
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pemantauan
Pasal 27
(1) Untuk menjamin, sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah-langkah
kebijakan, program dan kegiatan secara terpadu dalam pelaksanaan dan
kegiatan pencegahan penyalahgunaan NarkobaPemerintah Daerah melakukan
pemantauan.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk
mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan,
program, dan kegiatan pelaksanaan dan kegiatan pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
(3) Pemantauan dilakukan secara berkalamelalui Forum Koordinasi dan dapat
melibatkan masyarakat.
(4) Pemantauan dilakukan mulai dari kegiatan pemberantasan, antisipasi dini,
pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 28
(1) Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyadilakukan
setiap berakhirnya tahun anggaran.
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan
perempuan digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan,
program, dan kegiatan pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnyauntuk tahun berikutnya.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Masyarakat berperan secara aktif dalam pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyasesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
peran :
a. perorangan;
b. keluarga;
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
c. organisasi sosial kemasyarakatan;
d. organisasi keagamaan;
e. lembaga swadaya masyarakat;
f. lembaga kesejahteraan sosial;
g. lembaga kesejahteraan sosial asing; dan
h. badan usaha.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk
sumbangan pemikiran, tenaga, sarana, dana, dan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya.
BAB XII
PELAPORAN
Pasal 30
(1) Bupati melaporkan penyelenggaraan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyalingkup Kabupaten kepada
Gubernur.
(2) Gubernur melaporkan penyelenggaran fasilitasi pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyalingkup Provinsi kepada Menteri
Dalam Negeri.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara
berkala setiap 6 (enam) bulan atausewaktu-waktu jika diperlukan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan evaluasi dan
penyusunan kebijakan lebih lanjut.
BAB XIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN
Pasal 31
Gubernur melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan
Politik Provinsi melakukan pembinaan, pengawasan,dan pengendalian
penyelenggaraan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnyadi Provinsi dan di Kabupaten/Kota.
Pasal 32
(1) Dalam rangka pembinaan, pengawasan,dan pengendalian penyelenggaraan
fasilitasi pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Gubernur menyusun Rencana
Kerja dan Anggaran untuk :
a. test urine untuk seluruh Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipi di
lingkungan Pemerintah Daerah minimal satu kali dalam satu tahun;
b. sosialisasi Stop Narkoba baik di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah,
Perguruan Tinggi, Sekolah-sekolah maupun di organisasi kemasyarakatan;
dan
c. pembentukan Satuan Tugas Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
(2) Dalam melaksanakan test urine, sosialisasidan pembentukan Satuan Tugas
sebagaimna dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Gubernur
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi bekerjasama dan berkoordinasi dengan BNN Provinsi.
(3) Pembentukan, susunan keanggotaan dan tugas Satuan Tugas Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, diatur dengan Peraturan Gubernur
BAB XIV
PENGHARGAAN
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan
masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XV
PEMBIAYAAN
Pasal 34
Pembiayaan penyelenggaraan pencegahanpenyalahgunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnyadi Provinsi bersumber pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber keuangan
lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB XVI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 35
(1) Fasilitas rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) yang
tidak menerima rehabilitasi medis bagi pengguna Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya, dikenakan Sanksi Administratif.
(2) Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah Swasta dan Pusat Kesehatan Masyarakat
yang tidak melakukan rehabilitasi medis bagi pengguna dan korban
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang telah
direkomendasikan Pemerintah Daerah, dikenakan Sanksi Administratif.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian kegiatan sementara; atau
d. pencabutan izin.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan tindakan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, b, c, d dan e diatur dengan Peraturan
Gubernur.
BAB XVII
SANKSI PIDANA
Pasal 36
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, membawa, mengirim, menjual, membeli, menjadi
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
perantara dalam jual beli, mengedarkan, menggunakan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif lainnya, dipidana sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a yang sengaja tidak melapor, dipidana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya, tidak dituntut pidana.
(4) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf b yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa
perawatan dokter di Rumah Sakit dan/atau Lembaga Rehabilitasi Medis yang
ditunjuk Pemerintah/Pemerintah Daerah, tidak dituntut pidana.
(5) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur yang dengan sengaja tidak
melaporkan diri sebagaimana pada ayat (4),dipidana sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Keluarga Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud
pada (5)yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut
dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVIII
PENYIDIKAN
Pasal 37
(1) Selain Penyidik Polisi dan Penyidik BNNP, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah berwenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
a. memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
b. memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya;
d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan
penyalagunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
h. menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Penyidik BNNP,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT
NOMOR 3 TAHUN 2016
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIFLAINNYA
I. UMUM
Masyarakat Indonesia utamanya masyarakat Sulawesi Barat saat ini
dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya
pemakaian bermacam-macam jenis Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya.
Kondisi ini sudah sangat mengakhawatirkan dan membahayakan
kehidupan masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Sulawesi Barat.
Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat bertambahnya kasus penggunaan
dan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, dan jika
tidak ditangani dengan segera, maka akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara, karena generasi muda adalah penerus cita-cita
dan perpanjangan negara pada masa yang akan datang.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan
bahwa narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau di bidang pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain
dapat menimbulkan ketergantungan dan apabila disalahgunakan akan dapat
menimbulkan bahaya fisik, mental bakan dapat menjurus kepada kematian.
Upaya pencegahan pengalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnyadi Provinsi Sulawesi Barat memerlukan upaya penanganan yang
komprehensif dan multi dimensional agar tercapai hasil yang maksimal.
Dalam pengaturan mengenai pencegahan penyaahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, juga dimuat ketentuan mengenai Wajib
Lapor bagi Pecandu Narkoba, yang tujuannya adalah selain untuk
mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam
meningkatkan tanggungjawab terhadap Pecandu Narkotika,Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnyayang ada di bawah pengawasannya atau bimbingannya, juga
sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan kebijakan
di dalam pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya.
Untuk melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat melalui fasilitasi pencegahan penyalahgunaan
Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika, mengamanatkan bahwa Gubernur melakukan fasilitasi pencegahan
penyalahgunaan narkotika di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, untuk mencegah penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnyadi Provinsi Sulawesi Barat, perlu dilakukan
penanganan yang holistik, terpadu dan berkesinambungan, dengan membentuk
Peraturan Daerah tentang Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif Lainnyadi Provinsi Sulawesi Barat.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan Lembaga Pendidikan” adalah lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan formal, non formal dan informal.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Termasuk dalam pencegahan primer adalah :
a. mewajibkan setiap pembelian Zat-zat yang mengandung Narkotika
harus dengan resep dokter.
b. memberikan peringatan kepada Apotik, Toko-toko Obat, warungwarung
agar berhati-hati apabila terdapat orang yang membeli lem
Aica Aibon, dan Komix dala jumlah banyak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Ayat (3)
Termasuk pencegahan tersier adalah melakukan wajib lapor pecandu
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif oleh :
a. orang tua atau wali pecandu Nakotka yang belum cukup umur; dan
b. pecandu Narkoba bagi yang sudah cukup umur atau keluarganya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Ketentuan dalam Pasal ini menegaskan bahwa reabilitasi medis bagi
pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya dilakukan
dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan
kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukupjelas.
Ayat (6)
Cukupjelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk rehabilitasi sosial
melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif
lainnya.
Yang dimaksud mantan pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya, adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnyasecara fisik dan psikis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (5)
Yang dimaksud ddengan “selain pada Institusi Penerima Wajib Lapor”
adalah antara lain Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNNP.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Tujuan pengaturan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ini adalah :
a. untuk memenuhi hak Pecandu Narkotika dalam mendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial; dan
b. mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam
meningjatjan tanggungjawab terhadap pecandu Narkotika yang ada di
bawah pengawasan dan bimbingannya.s
Dalam melaporkan Pecandu Narkotika, disertai dengan identitas
Pecandu, antar lain jenis kelamin, usia, agama, satus perkawinan, latar
belakang pendidikan, dan latar belakang pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 30
Laporan mengenai penyelenggaraan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya dilengkapi dengan
rekapitulasi data paling sedikit memuat :
a. jumlah Pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang
ditangani;
b. indentitas Pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;
c. jenis zat Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang
disalahgunakan;
d. lama pemakaian;
e. cara pakai lain;
f. diagnose; dan
g. jenis pengobatan/riwayat perawatan atau rehabilitasi yang dijalani.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
JDIH Provinsi Sulawesi Barat
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan harus
tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan terhadap
yang diberi penghargaan.
Jenis dan bentuk penghargaaan ini sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ini, adalah
sesuai ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 77