Ancaman Terhadap Ideologi Pancasila

Sebagai negara yang merdeka, ideologi merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Pentingnya Ideologi bagi suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri. Fungsi Ideologi ialah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. Ideologi memiliki kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka.

        Ideologi berfungsi mempersatukan sesama kita, Ideologi mempersatukan orang dari berbagai agama. Ideologi juga berfungsi untuk mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial. Ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa kebersamaan) dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi.

Secara umum Ideologi diartikan sebagai nilai – nilai  atau norma – norma yang berlaku dalam masyarakat suatu negara. Ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia telah ada dan berasal dari dalam masyarakat dan Bangsa Indonesia sendiri berupa nilai – nilai adat istiadat, nilai – nilai budaya, dan nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut berasal dari dalam diri bangsa itu sendiri. Oleh karena itu setiap warganegara wajib mempertahankan nilai – nilai tersebut agar tidak pudar dan tergantikan oleh nilai – nilai yang tidak mencerminkan budaya bangsa.

Dalam sejarahnya, berbagai pihak telah berulang kali mencoba untuk meruntuhkan dan mengganti Ideologi Pancasila dengan ideologi yang mereka bawa. Salah satu contohnya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan dari pemberontakkan itu adalah untuk menjatuhkan Negara Indonesia dan menggantinya dengan negara komunis. Pemberontakkan PKI yang pertama kali terjadi pada tanggal 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur. PKI saat itu dipimpin oleh Muso, tokoh komunis yang lama berada di Uni Soviet, dan Amir Syarifudin, mantan Perdana Mentri Indonesia. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk PKI. TNI bergerak cepat dan berhasil meringkus PKI berkat pimpinan Kolonel Gatot Subroto dan Kolonel Sungkono. Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifudin dan tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 30 September 1965 PKI kembali melakukan pemberontakkan. Enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.

Pemberontakkan PKI berhasil dipatahkan berkat kesigapan TNI. Akan tetapi, hal ini harus ditebus dengan harga yang mahal. Gerakan 30 September PKI (G 30 S PKI) setidaknya memakan korban enam perwira tinggi TNI yaitu:

  • Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
  • Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
  • Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
  • Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
  • Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu masih banyak orang – orang yang tewas akibat kekejaman PKI selama oprasi pemberontakan. Mereka rela berkorban bahkan berkorban nyawa untuk berjuang mempertahankan Ideologi Pancasila.

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.

Selain PKI ancaman terhadap Ideologi Pancasila juga datang dari Negara Islam Indonesia (NII). Negara Islam Indonesia atau dikenal dengan nama Darul Islam (Rumah Islam) adalah pergerakan politik yang berdiri pada tanggal 7 agustus 1949 (12 Syawal 1368H) di Desa Cisampah, Ciawiligar, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pendirinya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam”, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits”. Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari’at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan “hukum kafir”.

Setelah pendiri ditangkap oleh TNI dan di eksekusi pada tahun 1962, gerakan ini terpecah. Tapi tetap bergerak secara diam-diam dan oleh pemerintah dianggap sebagai organisasi ilegal. Sekarang gerakan NII ini makin merajalela. Sasaran utama mereka adalah remaja dan mahasiswa. Mereka mendoktrin para sasarannya agar mau untuk direkrut menjadi anggota NII.

Sekarang ini ada ancaman yang lebih berbahaya daripada pemberontakan PKI dan NII. Pemuda – pemudi pada zaman ini mulai melupakan nilai – nilai Pancasila yang telah mati-matian diperjuangkan oleh para pendahulu dan mengikuti budaya – budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Pergaulan bebas merupakan hal yang biasa bagi mereka. Narkoba dan miras sudah merupakan konsumsi yang wajar. Ancaman seperti ini lebih berbahaya daripada pemberontakan militer karena bangsa Indonesia tidak sadar kalau nilai-nilai Pancasila sudah mulai hilang dari dalam diri mereka.

Setiap bangsa Indonesia harus berjuang mempertahankan nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu. Karena bagaimanapun juga, Pancasila bersumber dari nilai – nilai dan norma – norma yang diambil dari Bangsa Indonesia itu sendiri.

Yose Rizal Firdaus

Rekomendasi Berita

Back to top button