Bangunan Disegel, Pemdes Tubo Yakini Pungutan Obyek Pajak Pembangunan Posyandu Sesuai Aturan

Majene – Jajaran dari aparat Pemerintah Desa (Pemdes) Tubo, Kecamatan Tubo Sendana, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, meyakini bahwa pungutan obyek pajak atas pembayaran pelaksanaan kegiatan padat karya pembangunan gedung Posyandu di desa itu sudah sesuai aturan tentang perpajakan.

“Pungutan obyek pajak untuk pembangunan gedung Posyandu sudah sesuai aturan yang dikeluarkan pemerintah. Bapak bisa berkonsultasi ke kantor pajak selaku instansi yang berwewenang dan lebih memahami aturan perpajakan,” kata Bendahara Desa Tubo, Dirham saat dikonfirmasi via telpon, Selasa malam, 5/10/2021.

Menurutnya, empat jenis obyek pajak yang dipungut atas kegiatan padat karya pembangunan Posyandu sudah menjadi kewajiban pemerintah desa. Jadi, apanya yang harus dicocokkan. “Persoalan pajak atas pembangunan Posyandu sama sekali tak ada hubungannya dengan pak Muharsyad,” ujarnya dengan nada tinggi sembari menyarankan agar wartawan berhati-hati memberitakan kisruh pembangunan gedung Posyandu tersebut.

Sebelumnya, Kepala Desa Tubo, Muhammad Nasri mengemukakan bahwa pungutan empat obyek pajak tersebut adalah bentuk kehati-hatian serta ketaatan pemdes agar tidak lalai memungut obyek pajak dari setiap kegiatan perbelanjaan yang menggunakan anggaran dana desa.

Terhadap potongan empat jenis obyek pajak atas program pembangunan gedung Posyandu ini kata Nasri, dirinya telah menyerahkan sepenuhnya kepada Bendahara Desa untuk mengikuti semua petunjuk dan ketentuan yang ada.

“Saya sudah berikan kewenangan Kaur Keuangan (bendahara.red) desa untuk mengikuti semua pentunjuk dan ketentuan pengelolaan Pajak baik PPn maupun PPh, nanti sy beritahu setelah adanya masukan saran, arahan dari media, makasi pak jurnalis,” tulis Kades.

Sementara itu, Muharsyad selaku pihak yang diberikan tanggung jawab oleh pemerintah desa untuk membiayai kegiatan ini merasa kecewa karena Pemdes tak membayarkan secara utuh atas nota belanja pembangunan gedung Posyandu.

Akibatnya, ia terpaksa menyegel gedung sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah desa yang urung melakukan pembayaran secara utuh atas seluruh nota pembelian barang dari kegiatan padat karya yang didanai oleh pemdes setempat.

Selain tak membayarkan nota perbelanjaan, Muharsyad pun menyoroti tentang Pungutan Obyek Pajak Yang dianggapnya berlebihan atau tak sesuai dengan obyek pungutan pajak. Merujuk dari aturan tentang pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan pembayaran atas pembelian barang maka sejatinya tarif PPN hanya 10 persen dari dasar pengenaan pajak,” Kata Muharsyad.

“Kami menderita kerugian jutaan rupiah imbas adanya empat jenis potongan pajak dari berbagai item yang dibelanjakan. Kami pun heran, mengapa ada empat jenis pajak yaang dibebankan atau sekitar 19 persen potongan pajak. Lazimnya potongan pajak hanya berkisar diangka 10 persen. Kami curiga bahwa pemotongan itu diluar dari ketentuan atau aturan petunjuk tehknis yang mengatur tentang pungutan obyek pajak,” kata Muharsyad.

Muharsyad menerangkan, jenis potongan pajak yang dibebankan diantaranya PPN sebesar 10 persen (8.000.000), PPH21 sebesar 4 persen (3.200.000), PPH22 sebesar 3 persen (2.400.000) dan PPH 23 senilai 2 persen (1.600.000). Dengan demikian, akumulasi jumlah potongan mencapai angka 19 persen atau setara Rp15.200.000 dari total pagu senilai Rp 80 juta.

Karena itu kata Muharsyad, dirinya telah melakukan upaya klarifikasi terkait potongan pajak. Namun, pihak pemdes berdalil bahwa potongan pajak ini sudah sesuai aturan. Akan tetapi, ia curiga bahwa potongan empat jenis obyek pajak tersebut patut diduga bagian praktek perbuatan kejahatan tindak pidana korupsi.

Ia berharap, jajaran Pemdes menyelesaikan permasalah ini secara kekeluargaan sebelum masuk dalam ranah hukum. “Saya akan mempermasalahkan kegiatan ini karena kami sangat dirugikan. Bukannya dapat keuntungan dari pekerjaan itu, tetapi kami menanggung kerugian yang cukup besar,” terang Muharsyad.

Muharsyad membeberkan beberapa item yang dipungut selain pajak kata dia, biaya desain gambar senilai Rp 2.650.000, prasasti sebesar Rp 500.000, papan proyek Rp100.000, operasional TPK senilai Rp 4.000.000 dan terakhir biaya tak terduga (persemian dan biaya perbaikan dari hasil pemeriksaan yang perlu diperbaiki) senilai Rp 2.582.000. “Kami lengkap data dan bukti note yang kami belanjakan. Tetapi yang kami terima dari pembayaran ini hanya sebahagian. Makanya, gedung terpaksa saya segel hingga proses pembayaran dilakukan sesuai note yang kami belanjakan,” tutup Muharsyad. ***”

Penulis MS

Rekomendasi Berita

Back to top button