CALON TUNGGAL BISA DI DISKUALIFIKASI!!!

Oleh: Nasrullah
Ketika penyelenggaraan pilkada di tahun 2015 terdpt 4 daerah yg memiliki calon tunggal, dan 2017 terdpt 9 daerah calon tunggal, mk potensi calon tunggal pd pilkada2 berikutnya pasti akan meningkat.
Sikap oppurtunis-pragmatis transaksional adalah penyebabnya. Pd pilkada2 sebelumnya terdpt upaya utk mengikis praktek tsb. Namun saat ini semakin terang benderang ngr membiarkan praktek prilaku menyimpang tsb hidup bebas.
Belum tuntasnya membenahi kualitas pemilu/pilkada yg masih jauh, fenomena hadirnya calon tunggal justru semakin menjauhkan kadar kualitas pilkada. Syahwat politik yg berlebihan “memborong partai” memberi sinyal negatif betapa rendahnya martabat penyelenggaraan pilkada yg didalamnya terdapat aktor2 pemilu yaitu; partai politik/peserta pemilu, penyelenggara dan pemilih.
Dlm pencalonan, proses normatif saja diduga menggunakan mahar politik, apalagi calon tunggal yg memborong partai.
penyebab terjadinya calon tunggal antara lain: 1) syahwat politik yg terlampau berlebihan, shg mendorong ybs memborong partai dan tdk memberi kesemoatan kpd org lain utk memenuhu syarat minimal proses pencalonan 20% kursi atau 25% suara; 2) salah satu kandidat dianggap sangat kuat. Shg penantang merasa buang2 duit aja. Hal ini sempat terjadi di tasikmalaya; dan 3) gugur atau tidak memenuhi syarat setelah melalui proses penelitian di KPU.
Terhdp penyebab angka 1 diatas, sangat kuat dugaan potensi praktek mahar politik. Bahkan dapat dipastikan praktek mahar tsb digunakan. Demikian halnya angka 2 diatas, berpotensi penggunaan mahar politik. Meski didukung pigur kandidat yg kuat, masih saja terdpt parpol atau kandidat yg menawarkan utk menggunakan syarat mahar tsb.
Menutup kesempatan bg org lain utk berkompetisi dlm ajang kontestasi politik dgn cara memborong partai politik dgn menggunakan mahar politik, adalah prilaku hiper-kekuasaan yg menyimpang dr hukum dan moralitas-etik pemilu. Prinsip integritas pemilu adalah syarat mutlak yg wajib dipegang dan dijalankan oleh para aktor pemilu.
Sampai tulisan ini dibuat, informasi sementara terdapat 13 daerah yg memiliki calon tunggal. Ini berarti terdapat peningkatan dari setiap event pilkada digelar.
Dengan demikian, keberadaan calon tunggal dpt dipastikan sangat merusak kualitas demokrasi yg tdk hanya aspek kompetisi yg melawan kotak kosong, namun jg hadirnya praktek pragmatis transaksional dan menyimpang tsb. Dan kualitas pilkada mengalami kemunduran.
Praktek tersebut bisa saja diantisipasi dgn cara lebih mendalami sikap borong partai oleh salah satu kandidat.
Punishment, terhdp pelaku borong partai yg menggunakan mahar politik dpt ditindak berdasarkan UU No. 8 Tahun 2015 ttg perubahan atas uu no. 1 tahun 2015 ttg pilkada.
Menurut uu no. 8 tahun 2015 tersebut, penegakan pelaku mahar politik melalui proses peradilan. Atas dasar putusan peradilan yg dipakai utk mendiskualifikasi pasangan calon, pasangan calon terpilih bahkan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/walikota.
Problemnya, bagaimana cara membuktikan mahar politik tsb. Pengakuan La Nyalla terhdp mahar politik yg dilakukan oleh salah satu partai politik, sebenarnya dpt saja dielaborasi lebih dalam. Atau terdpt La Nyalla-La Nyalla lain yg pernah dimintai dan tdk mampu membayar krn terlampau tinggi bayarannya, sehingga bergeser ke calon lain dan berdampak calon tunggal. Pengakuan para bakal pasangan calon, setidaknya dpt membantu di awal proses hkm utk menguak mahar politik itu tadi.
Sebenarnya pengakuan org yg melakukan praktek mahar politik sangat dibutuhkan, tetapi mustahil org akan menggali kuburan buat dirinya sendiri. Pengecualiannya jika org yg sudah patah arang krn tdk terpilih dan telah menggelontorkan uang yg begitu banyak, berkehandak buka suara dan menjadi saksi.
Menurut pasal 47 UU No. 8 Tahun 2015, dalam posisi sebagai kepala daerah menjabat sekalipun dapat dibatalkan.
Alternatif lain yg dapat ditempuh adalah hadirnya niat baik utk melakukan penegakan hkm, yg mampu direspon oleh Bawaslu. Kegelisahan terhdp efek kondisi maraknya calon tunggal, sebaiknya mjd skala prioritas utk menjaga integritas pemilu. Sbg institusi yg diberi amanat utk melakukan pengawasan, wajib menghadirkan suasana baru, kreatif dan responsif thd penegakan hkm dan moralitas-etika pemilu.
Bawaslu dapat saja merancang dan mengeksekusi langsung berupa kerjasama dgn mengajak KPK & PPATK serta kepolisian utk melakukan investigasi pembuktian praktek mahar politik terhadap calon tunggal di 13 daerah tsb.
Apabila ternyata dugaan tsb menguatkan bukti2, mk bawaslu dpt saja merekomendasikan utk mengambil langkah hkm melalui lembaga peradilan. Bukankah sesungguhnya Bawaslu bisa jadi penyelidik/penyidik dan penuntut dalam tim sentragakumdu?
Oleh sebab itu, Bawaslu hrs berani mengambil sikap utk segera menyudahi praktek2 yg membodohi rakyat dan merusak tatanan pemilu dan demokrasi. Sdh saatnya kenakalan calon tunggal yg memonopoli partai dengan prilaku mahar politik di diskualifikasi.
Salam hormat,
Nasrullah E-MC