Intervensi Stunting di Majene Butuh Keroyokan Lintas Sektor
Oleh : Budibento
Aksi pencegahan dan penanganan Stunting Terintegrasi Se kecamatan Malunda dilaksanakan pada hari selasa, 6 Juli 2021, bertempat di Aula Kantor Camat Malunda, ( tenda BPBD ).
Acara dimulai agak molor 2 jam, sebab tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam undangan.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan SDM Bappeda Majene menyampaikan bahwa isu Stunting ini tidak hanya untuk intervensi kesehatan bagi ibu hamil, dan balita, atau soal sanitasi dan jamban sehat, tetapi lebih mengedepankan nilai edukasi kepada seluruh remaja putri untuk mencegah pernikahan dini, serta bagaimana menyiapkan mereka untuk betul betul siap menjadi seorang ibu dan ayah. Sehingga menurutnya, intervensi Stunting ini butuh kolaborasi dan kerjasama semua lintas sektor. Bukan hanya tanggung jawab bupati.
Penyebabnya kan multi dimensi, maka penanganannya juga harus di lakukan oleh semua dimensi, tidak bisa hanya satu bidang saja, Tetapi semuanya terlibat di dalam hal ini.
Camat Malunda yang membuka acara
menyampaikan bahwa kegiatan ini dilaksanakan menyusul adanya surat edaran bupati Nomor 005/149/2021 tentang rembuk Stunting Kecamatan dalam rangka sinkronisasi dan integrasi data program intervensi pencegahan dan penanganan Stunting secara menyeluruh, mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten,, karena tahun ini, Desa Kayuangin juga sudah masuk desa lokus.”Kata pak Camat”.
Sebanyak 40 peserta hadir dalam acara ini, antara lain ketua TP PKK, Kepala UPTD Puskesmas, perwakilan KUA, Perwakilan UPTD Disdikpora, Kepala PLKB, Kepala Desa dan Lurah, Kader Posyandu, Bidan Desa, Tim Pelaksana Gizi, TP PKK Desa, kader BKB, Koordinator PKH Kecamatan, TKSK, serta Koordinator Pendamping desa.
Turut hadir dalam acara ini, Kepala Dinkes Majene, perwakilan Bappeda, perwakilan Kominfo, dinas ketahanan pangan, dinas PMD, serta Dinas kelautan dan perikanan.
Dalam sambutannya, Dr. Rahmat selaku kepala dinas kesehatan kabupaten majene mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan karenan kabupaten Majene masih menjadi penyumbang terbanyak anak Stunting di Sulbar sejak 2018. Penyebab dari itu di antaranya karena para ibu hamil kurang mengonsumsi tablet tambah darah sehingga menimbulkan Anemia. Dirinya berharap agar promosi kesehatan terus ditingkatkan kepada warga. Khususnya remaja putri dan ibu hamil.
Sejumlah sesa di Majene, yang akan mengikuti kegiatan intervensi tahun ini sebanyak 15 Desa dan 5 kelurahan. Adapun 15 Desa yang dimaksud antara lain, Banua Adolang, Balombong, Manyamba, Tammeroddo, Bonde Utara, Paminggalan, Adolang, Tammeroddo Utara, Mosso, Tallu Banua, Bababulo, Mosso dhua, Limbua, Onang, Kayuangin. Sedangkan 5 kelurahan lainnya adalah
Kelurahan Totoli, Galung, Baru, pangali Ali, dan Baurung.
Lebih lanjut, Tim Koordinasi 1000 HPK menyampaikan bahwa data “EPPBGM” yang disajikan oleh Dinkes, bukan tidak valid, akan tetapi belum selesai diproses, sebab masih ada desa yang datanya belum lengkap. Olehnya itu, desa harus melakukan antisipasi awal, jangan sampai desa yang sudah keluar dari desa lokus, masuk kembali dalam data.
Senada dengan hal itu, perwakilan Dinas kelautan dan perikanan kabupaten. Majene, menyampaikan kesiapannya untuk bekerja sama dengan semua desa dalam rangka intervensi sfesifik Stunting dimajene. Menurutnya, potensi ikan dimajene sangat mendukung bagi pemenuhan gizi dan nutirisi desa lokus, sehingga dirinya mengajak kepada semua pihak terkait untuk melakukan kerjasama melakukan terobosan tersebut agar anak Stunting bisa berkurang.
Perwakilan Disdikpora kabupaten Majene, pun jmenyampaikan hal yang sama. Katanya Disdikpora siap bekerja sama dengan setiap desa lokus Stunting, dalam rangka pencegahan dan penanganan Stunting, di bidang pendidikan anak usia dini ( PAUD ).**
Kita bisa kolaborasi melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pentingx pendidikan dan kesehatan dilingkungan sekolah anak usia dini” Ungkapnya.
DInas Ketahanan Pangan, ( Ketapang ) juga menyampaikan hal yang sama kepada seluruh kepala desa se Kecamatan Malunda, untuk bisa bekerja sama dengan dinas Ketapang dalam rangka pengembangan kelompok Dasawisma untuk bersama sama melakukan intervensi desa lokus Stunting. Yang Dimana dalam Dasawisma terdapat 2 tahap kegiatan. Untuk tahap pertama istilahnya penumbuhan, dan tahap ke 2 istilahnya, pengembangan.
Pihak Dinas Ketapang mengaku sudah pernah memberikan bantuan tersebut baru2 ini pada 2 desa di Malunda, yakni desa lombong dan desa mekkatta, salah satunya kelompok Sinar lembong. Namun hasilnya kurang maksimal, sebab tidak di kelolah dengan baik.
Perwakilan Dinas PMD, dalam pemaparannya, menjelaskan tentang penerapan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
Di dalam UU tersebut secara tekhnis di atur dalam Permendagri No. 44 tahun 2016 tentang kewenangan desa.
Kedepannya, Dinas PMD mengharapkan setiap desa wajib memiliki Rumah desa sehat ( RDS ).
Menurutnya, Rumah Desa Sehat yang dimaksud, bukan berarti setiap desa harus membangun sebuah rumah. Akan tetapi, RDS yang dimaksud adalah terbentuknya sebuah wadah atau ruang kerja tim Koordinasi 1000 HPK di setiap desa.
Hal tersebut juga telah di atur dalam Hak asal usul tentang desa. Sehingga setiap desa diharapkan agar bisa melakukan inovasi dari sekarang, bisa lewat RDS, bisa juga pemberian makanan tambahan bagi bayi balita di posyandu..*ungkapnya dengan jelas dihadapan seluruh peserta.**