Kalah di Pilkada, Perhatikan Syarat Gugatan ke MK
Palu – Ruang gugatan ke Mahkamah Konstitusi bagi para pasangan calon kepala daerah yang kalah dalam pemilihan kepala daerah serentak semakin kecil karena harus memenuhi persentase ambang batas selisih suara yang telah ditentukan.
\”Ini tidak adil dalam penegakan hukum,\” kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Tadulako Palu Dr Aminuddin Kasim di Palu, Jumat (4/12/2015).
Dia mengatakan pasangan calon kepala daerah yang kalah dalam pertarungan pemilihan kepala daerah sebaiknya berpikir matang dan harus didukung dengan data akurat jika ingin mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
\”Sebab pada sidang pendahuluan di MK nanti, yang ditanya lebih awal adalah ambang batas selisih suara untuk pengajuan gugatan. Kalau tidak cukup ya sudahlah. Jangan lagi lanjutkan karena akan sia-sia,\” katanya.
Berdasarkan undang-undang, pasangan calon boleh mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi jika selisih perolehan suara dengan pasangan lawannya berkisar 0,5 persen hingga dua persen.
\”Kalau selisih perolehan suaranya lebih dari itu, jangan lagi berharap akan dilanjutkan,\” katanya.
Ambang batas selisih suara tersebut kata Aminuddin berdasarkan jumlah penduduk.
Wilayah yang berpenduduk 0-250 ribu ambang batas selisih suara dua persen. 250 ribu sampai 500 ribu 1,5 persen dan satu juta ke atas 0,5 persen.
Aminuddin mencontohkan penduduk Kota Palu, di atas 250 ribu dan kurang dari 500 ribu maka ambang batasnya 1,5 persen.
\”Maka selisih pemenang suara terbanyak pertama dan kedua hanya 1,5 persen. Jika lebih dari itu, peluangnya untuk menggugat sangat kecil,\” katanya.
Dia mengatakan dalam sejarah pemilihan kepala daerah khususnya di Sulawesi Tengah, selisih suara antara pemenang satu dan dua jarang berkisar 0,5 persen hingga dua persen.
Aminuddin mengatakan aturan tersebut tidak adil karena menutup ruang hukum bagi para calon yang akan meminta penegakan hukum.
Namun di sisi lain, kata Aminuddin, Mahkamah Konstitusi juga akan kewalahan menerima gugatan jika 269 daerah mengajukan gugatan yang sama sementara batas waktu untuk memproses sampai pada putusan hanya 40 hari.
\”Bagaimana mungkin 269 daerah bisa diputuskan dalam waktu 40 hari,\” katanya.
Oleh sebab itu kata Aminuddin harus dibentuk pengadilan khusus di daerah yang menangani perkara pemilihan kepala daerah.
\”Ini baru bisa dilaksanakan pada pemilihan kepala daerah serentak putaran berikutnya,\” katanya.