Kesbangpol Sulbar Rakor Lintas Sektor
Media Sulbar – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ( Kesbangpol ) provinsi Sulawesi Barat melaksanakan Rapat Koordinasi dengan Tim Kewaspadaan Dini Daerah ( TKDD )dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat ( FKDM ) provinsi Sulawesi Barat. Rabu, 7 Juli 2021.
Kegiatan ini Bertemakan Optimalisasi Peran TKDD dan FKDM dalam melakukan Cegah Dini Atau Deteksi Dini, terhadap potensi ancaman, tantangan, Serta Hambatan dan gangguan di daerah
Turut Hadir dalam acara ini, Kepala Badan Kesbang, Herdin Ismail, Asisten 1 H. Nasir, Dir Intel Polda Sulbar, Edi Suhendi, Ketua FKDM Sulbar, Nursalim Ismail, pemerhati kebudayaan lindonesia, Bustan Basir Maras, serta Unsur TKDD dan FKDM.
Dalam pemaparannya, Bustan Basir Maras selaku Pemateri menyampaikan bahwa ketahanan nasional atau ketahanan bangsa kita sekerang ini, seharusnya ditopang oleh 2 hal mendasar yaitu penguatan kebudayaan dan penguatan agama. Kalo kedua hal ini sudah menyatu, maka selamat lah bangsa ini.
Untuk meramu nasionalisme itu, kayu bakarnya adalah 2 hal tersebut. Kalau keduanya itu sdh menyatu insya allah ketahanan bangsa ini bisa dipertahankan dalam konteks persatuan nasional, Karena sekarang ini ad banyak tafsir tafsir agama yang melecehkan keaarifan masyarakat yang tidak bertentangan langsung secara syariat dengan kehidupan beragama di masyarakat.
Yang lebih lucu lagi adalah jika kebudayaan juga kemudian tidak memiliki kecenderungan transendensi, atau ( keketuhanan ) maka agama itu akan ditafsir secara radikal tanpa pertimbangan masyarakat setempat.
Padahal dimasa lalu, para pendahulu kita atau ulama ulama Nusantara itu sangat mengakomodir berbagai kepentingan kearifan lokal ke dalam kehidupan sehari hari masyarakat yg tdk bertentangan dengan syariat Islam, intinya itu, khususnya agama secara umum.
Bicara Dalam konteks Provinsi Sulbar, itu kita tidak perlu lagi mencari teori baru, atau apapun soal bagaimana pertahanan nasional atau pertahanan kewaspadaan dini masyarakat kita, karena masyarakat Sulbar ini adalah masyarakat yang berbudaya. Dahulu kala atau di abad ke 16, leluhur kita sudah memilki yang namax perjanjian Tammajarra 1 dan II, dlm perjanjian Tammajarra I dan II disebut dengan Assitalliang atau Sipamandar. Di dalam Sipamandar itu org tua kita bertekad untuk saling melindungi dan saling menyayangi, dan untuk mempertahankan tanah mandar.
Jadi sebenarnya kita tdk perlu terlalu mencari teori baru Karena sesungguhnya nenek moyang kita sudah membuktikan bahwa Sulbar ini, atau tanah Mandar ini telah memiliki kekuatan yang luar biasa dalam pertahanan kulturalnya. Salah satu contoh misal di dalam perjanjian Allamungan Batu di Luyo, atau Sipamandar itu jelas dikatakan bahwa “Namemmatami di Sawa, toriaya di Ulu salu. Namemmatami di mangiwang toriong dibaba Binanga”, artinya darat dan lautan itu memiliki keseimbangan dan saling melindungi.
Hal yang sangat membanggakan dari Mandar atau Sulbar ini bahwa di abad ke 16 nenek moyang kita ini sudah menemukan konsep tentang keseimbangan darat dan lautan. Itu yg harus dikampanyekan.
Menurutnya, sepanjang pengalaman, nya berjalan ke berbagai daerah di nusantara , Indonesia sampai ke negara negara tetangga, dirinya blm pernah menemukan ad satu konsep, yg besar sebagaimana yg dibangun oleh para tetuah kita di tanah mandar pada abad ke 16.
Dirinya menyarankan agar seluruh stakeholder terkait, baik di provinsi maupun kabupaten.Yg berjejaring dng Kesbangpol dalam hal ini untuk mempertahankan ketahanan kesatuan bangsa atau ketahanan kewaspadaan dini itu memang harus sering berkumpul bersama sama untuk membahas secara evaluatif atau melakukan evaluasi terhadap bagaimana perkembangan2 persatuan di daerah yg dibangun antar suku bangsa, antar agama, ini penting untuk ketahanan nasional kita.**