Pembangunan Desa, Mestinya Mengepung Kota

Oleh: Abdul Wahid Halapir

Sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi Dodo asal mula lahirnya Anggaran Desa, itu karena akibat tidak terjamaknya Desa secara baik selama ini. Makanya itu, melalui Kementrian Desa lahirlah yang di sebut dengan Anggaran Desa (AD).

Semuanya itu, bertujuan untuk memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat Desa yang sudah puluhan tahun tidak mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah Pusat.

Anggaran Desa yang hampir menginjak 1, 5 M bahkan lebih itu. Pemerintah pusat menguncurkannya dengan harapan sekiranya pembangunan Desa dapat mengepung Kota serta dapat menjadi representatif dalam kemajuan kotanya.

Seluruh Desa di Indonesia adalah garda terdepan dalam implementasi program pengentasan kemiskinan, peningkatan produksi pertanian, dan perbaikan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pengelolaan secara baik pada basis data yang digunakan dalam perencanaan pembangunan Desa merupakan awal dari efektivitas layanan publik. Persoalannya, basis data Desa masih bergantung di berbagai pemangku kepentingan.

Data yang digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan Desa pun sungguh luar biasa kaya. Sumber data Monografi Desa yang dihasilkan dari catatan aparat Desa pun jadi pegangan yang dihimpun oleh berbagai kementerian/lembaga (K/L) yang mengelolanya.

Seperti Contoh, profil Desa/Kelurahan (prodeskel) dikelola Kementerian Dalam Negeri, potensi Desa (podes) dikelola BPS, serta pembaharuan data Indeks Desa Membangun (IDM) dikelola Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT).

Selain isi data yang relatif tidak berbeda, sebagian narasumbernya pun sama (Perangkat Desa). Catatan Desa dalam bentuk Monografi menurut aturan yang disepakati harus diperbarui enam bulan sekali. Namun, kenyataannya pembaruan data yang tercatat cenderung lambat.

Banyak faktor dan kendala yang dihadapi. Selain kebijakan Desa yang dirasa tak perlu melihat data karena bisa langsung melihat lapangan, juga kurangnya pemahaman perangkat Desa terhadap berbagai data statistik dasar.

Dari sekian banyak data yang tercatat di Desa, kelemahan yang menonjol adalah tidak setaranya aparat Desa dalam memperoleh data. Baik terkait batasan yang digunakan pemerintah Desa dalam memperoleh data, konsep, kaidah-kaidah maupun standar prosedur pengumpulan data.

Mestinya setiap data yang dikumpulkan harus memiliki batasan, definisi operasional dan pendekatan yang dilaksanakan serta beragam mekanisme lain. Sehingga dapat melahirkan hasil yang baik.

Apakah perangkat Desa mengetahui bahwa ketika kita menghitung masyarakat yang dalam kategori kurang mampu memiliki teori untuk menjelaskan batasan status tersebut (kurang Mampu). Ini mestinya diselaraskan pemahamannya untuk seluruh petugas di Indonesia.

Jika tidak, maka masing-masing wilayah memiliki persepsi tersendiri sehingga keterbandingan antar wilayah tidak memiliki arti serta akan dapat menimbulkan ketimpangan”.

Rekomendasi Berita

Back to top button