PENDIDIKAN NASIONAL; MENJEMPUT KURIKUM MERDEKA BELAJAR

Oleh :
Herman Haeruddin S.Pd.I.,M.Pd
(Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Majene)

Pendidikan merupakan kata yang tidak pernah selesai untuk diperbincangkan. Sebab pendidikan merupakan jantung pusat kehidupan dalam menata peradaban ummat manusia sepanjang sejarah di muka bumi.

Menurut Theodore Brameld bahwa education as power “Pendidikan sebagai kekuatan’’. Lewat proses pendidikan manusia dapat mengetahui eksisitensi dirinya dan mengenal dunianya.

Gebrakan Menteri pendidikan Nadiem Makariem menggetarkan dunia pendidikan nasional dengan konsep Merdeka Belajar. Suatu sistem pendidikan yang di nilai baru di Indonesia pada abad moderen ini untuk diaplikasikan dalam proses belajar mengajar ke dalam satuan pendidikan, sehingga melahirkan kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum Merdeka Belajar.

Kurikulum merdeka belajar disebut juga sebagai kurikulum pelatihan sebab guru dituntut untuk banyak melakukan pelatihan baik online ataupun offline. Adapun gambaran konsep merdeka belajar tersebut diantaranya adalah:

Pertama : Menjadi guru penggerak. Guru Penggerak diharapkan mampu mengambil tindakan yang muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didiknya. Guru penggerak mengutamakan murid dari segala apapun bahkan kepentingan pribadinya, mengutamakan murid dan pembelajarannya, olehnya itu mengambil tindakan-tindakan tanpa disuruh dengan proses pembelajaran kreatif, dituntut untuk melakukan yang terbaik.

Kedua : Guru dan murid memiliki kebebasan untuk berinovasi secara mandiri dan kreatif. Guru mendesain proses pembelajaran mandiri agar peserta didik dapat belajar seperti memainkan piano.

Ketiga : Pelaksanaan USBN di tahun 2020 dikembalikan ke sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai bentuk kompetensi siswa yang dapat dilakukan dan bentuk tes tertulis atau bentuk portofolio serta penugasan kelompok seperti karya tulis, makalah, cerita cerpen, dengan demikian siswa akan lebih mematangkan bakat literasinya dan kemampuan bernalar yang dituangkan dalam sebuah tulisan dan lain sebagainya.

Keempat : Penghapusan sistem Ujian Nasional dan diganti dengan sistem baru yaitu Asesmen Kompetensi Minimum dan survey karakter.

Kelima : Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) cukup satu halaman saja, melalui penyederhanaan administrasi diharapkan waktu guru dalam membuat administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi (sumber Wikipedia.org)
Lima poin tersebut diatas akan di laksankan dalam satuan pendidikan di seluruh Indonesia dengan harapan bahwa konsep merdeka belajar ini dapat merubah eksistensi ketertinggalan sistem pendidikan. Esensi merdeka belajar dapat diukur dengan kapasitas guru dalam mencerdaskan anak-anak di dalam kelas sehingga guru akan lebih banyak belajar dalam mengikuti irama kurilulum Merdeka Tersebut. Guru harus super kreatif dalam menggunakan multi metode dalam pembelajaran, agar siswa betul-betul memahami, menalar, meresapi dari berbagai pelajaran yang telah di ajarkannya
Munculnya kurikulum merdeka belajar sebagai jawaban atas ketertinggalan pendidikan di Indonesia.

Namun mampukah merdeka belajar menjawab semua permasalahan-permasalah di dunia pendidikan? Atau mungkinkah semakin memperkeruh suasana karena menggeser kurikulum 2013 yang sudah mengakar?

Mas Menteri mesti memahami bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak bisa di samakan dengan pendidikan yang pernah dialaminya di luar negeri yang memiliki pasilitas dan sarana prasarana yang lengkap, lalu kemudian di terapkan di Indonesia.

Di Indonesia sendiri sebagai negara kepulauan yang memiliki budaya, suku yang multi etnis yang harus diperhatikan dalam penerapan kuriulum merdeka belajar. Orang Mandar misalnya dalam menerima mata pelajaran bahasa Indonesi tetaplah akan melekat kemandarannya, sebab orang Mandar tidak bisa di paksa untuk menjadi orang jawa, orang bugis tidak bisa dipaksa untuk menjadi orang minang
Indonesia yang mayoritas muslim, harus lebih di kedepankan kemuslimannya sebagai rakyat mayoritas.

Kelahiran kurikulum merdeka belajar menjadi jawaban atas peningkatan intelektualisme dan rasionalise sebagai bagian integral dalam beragama. Etos kurikulum mejadi spirit dalam berpancasila secara humanis dan univeral, Bukan malah mendikotomikan antara pendidikan islam dengan pendidikan moderen (umum).

Urgensi Kurikulum mendasarkan pada pendidikan agama yang akan melahirkan ilmuan yang berbudi pekerti luhur (ahklak). Bukan justru menghilangkan diksi islam dalam peta kosep pendidikan nasional.

Kita tidak menginginkan seorang siswa yang cerdas, selalu rangking di sekolah tetapi amoral, kita juga tidak

Menginginkan seorang siswa yang sabar, pendiam, hormat terhadap guru tetapi bodoh. Harapan kita terhadap output pendidikan adalah agar siswa memliki kapasitas ganda, cerdas secara intelektual dan cerdas secara spritual, keseimbangan antara dunia dan akhirat menjadi agen of change dan control sosial di dunia materil dan menjadi ahli ibadah untuk masa depan akhirat.

Inilah yang mesti dicantumkan dalam iplemetasi kurukulum.
UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 ayat 1 di jelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Selanjutnnya pasal 2 pendidikan national adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.

Pasal 3 sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Selaras dengan sisdiknas tersebut di atas, Konsep pendidikan ideal juga termaktub pada kosep Tut wuri handayani yang di wariskan oleh Ki Hadjar Dewantara yang berbunyi ’’Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo artinya jika pendidik sedang berada didepan maka hendaklah memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak didiknya. Ing ngarso: di depan, sung adalah memberi, tulodo: keteladanan yang baik. Ing madyo mangun karso berarti jika pendidik sedang berada di tengah-tengah anak didiknya, hendaknya ia dapat mendorong keinginan mereka untuk berinisiatif dan bertindak. Ing madyo: di tengah; mangun: membangun, menimbulkan dorongan; karso: kehendak atau kemauan.

Itulah sebabnya saat peluncuran Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 oleh Kemendikbud yang tidak mencantukan frasa agama di dalamnya, menuai bayak protes di kalangan para pakar pendidikan, bahwa tidak adanya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan tersbut merupakan perlawanan terhadap kosntitusi.

Agama Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu kesatuan integral yang tak terpisahkan dalam bingkai kebhinekaan Indonesia. Hanya pendidikan agamalah yang bisa membentuk karakter anak didik.
Untunglah mas Menteri cepat merespon bahwa penyusunan peta konsep pendidikan di nilainya belum Final, tetapi masih dalam proses penyusunan dan mengaku akan memperbaikinya kembali.

saat ini masih menunggu respon dari semua stake holder dan komitmen akan memasukan frasa agama dalam Peta Konsep Pendidikan setelah perbaikannya, sebab bila mas Menteri Nadiem tidak meresponnya dengan cepat maka khawatir akan memancing kemarahan umat islam di Indonesia.

Cerita perubahan kurikulum bukan lagi hal yang baru di dunia pendidikan, tetapi hampir setiap pergantian kabinet juga berganti kurikulum, namun semangat pemerintah dengan kerja keras dan kepercayaan dirinya bahwa Kurikulum Merdeka Belajar ini menjadi jawaban atas ketertinggalan prestasi pendidikan di dunia internasional.

Lahirnya kurikulum Merdeka Belajar ini bukan lagi menjadi kurikulum ujicoba, tetapi real menjadi problem solving dari segala permasalah-permasalahan pendidikan. Semua guru agar bersiap-siap menginovasi diri, multi kreatif dalam pembelajaran dalam menjemput kurikulum Nadiema Karim.**

Editor Budi Bento

Rekomendasi Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button