Pengamat UI: Serangan ke Ukraina karena Barat Ingkar Janji kepada Rusia

Jakarta -Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi sorotan dunia setelah mengumumkan serangan ke Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022.

Invasi Rusia atas Ukraina itu menjadi babak baru konflik dua negara sarat ikatan historis yang kuat, dari zaman Kekaisaran Tsar hingga Uni Soviet.

Serangan skala penuh Putin itu kemudian menimbulkan misteri lain yang lebih serius, seperti: apa sebenarnya yang dia inginkan? Sejauh apa dia akan melangkah? Dan bagaimana konsekuensi ekonomi politik dari krisis Ukraina ini?

Untuk melihat latar belakang dan dampak dari episode baru konflik Ukraina dan Rusia ini, Tempo berkesempatan membahasnya bersama pakar di bidang Hubungan Internasional sekaligus Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, sebagaimana dikutip dari tempo.co pada Jumat, 25 Februari 2022.

Apa yang sebenarnya Putin inginkan dari operasi militer di Ukraina ini?

S: Putin merasa kehilangan rasa keamanan karena negara-negara yang menjadi penyangga keamanan dan sphere of influence-nya menjadi bagian dari NATO (pakta pertahanan Atlantik Utara). Ini sebenarnya Barat ingkar janji.

(Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry) Kissinger pernah menulis dalam salah satu tulisannya bahwa sebelum Uni Soviet bersama Pakta Warsawa bersedia (aka Gorbachev) menyerah atau mengakui kekalahan, Rusia minta jaminan agar semua buffer states yang kelak akan bebas (tiga negara Baltik, Bélarusia, Ukraina, Rumania dan Bulgaria) tetap dikosongkan dari senjata strategis sebagai buffer-zone. Dengan kata lain tidak boleh menjadi anggota NATO.

Apakah niat Putin men-demilitersisasi dan men-denazifikasi Ukraina hanya retorika politik saja atau ada maksud lain?

S: Putin merasa kehilangan rasa keamanannya atau yang di kenal sebagai apa yang dihadapi itu adalah tantangan eksistensial Rusia (Existential Threat). Maksud lainnya ialah mencoba kembali ke keadaan aman seperti sebelum USSR terpecah.

Kini, misalnya di Lithuania ada 500 pasukan AS dan 1.100 pasukan NATO. Di Polandia ada 1.060 pasukan NATO dan 5.400 pasukan AS. Di Romania ada 4.000 pasukan NATO dan 1.000 pasukan AS. Di Bulgaria ada 200 pasukan NATO dan 200 pasukan AS.

Pelabuhan penting Mariupol yang ada di kawasan Donetsk telah direbut pemerintah Ukraina dan Rusia merasa perlu untuk merebut kembali Mariupol dan wilayah pesisir untuk memberi rute darat langsung ke Semenanjung Krimea. Hal ini juga akan meningkatkan keinginan Rusia di Laut Hitam. Krimea juga akan mendapatkan pasokan air bersih karena Kyiv telah mematikan air dari Kanal Krimea Utara pada 2014.

Bagaimana Amerika dan Sekutu akan mengambil sikap dalam penyerangan Putin ini? Sejauh ini belum ada bantuan dari NATO secara militer dan Zelensky mengeluh karena bertempur sendiri.

S: Masa kini, dunia telah terjadi pemetaan kembali. Lensa geopolitik dan dunia harus menavigasi lanskap ekonomi yang bersifat tentatif dan kontingen, bukan seperti masa sebelumnya. Geopolitik kini diwarnai oleh rasa kebencian bukan lagi kalkulasi ekonomi. Nilai-nilai geopolitik mempertajam rasa nasionalisme dan populisme untuk membuat sebuah negara saja yang menjadi unggul (Make it-self great again).

Disrupsi perdagangan menyebabkan hal di atas. Teknologi informasi dan digital memungkinkannya terjadi. Ekonomi menjadi zero sum setiap negara mempunyai pandangan yang kuat. Zelensky merasa sendirian dalam sistem yang sedang marak sekarang ini, di mana perekonomian menjadi zero sum dan semua bertempur untuk memperoleh barang langka (scarce goods/resources).

Juga senjata-senjata NATO yang berada di Donetsk dan Luhansk yang mengundang intervensi Rusia. Negara lain belum bertindak karena terbatas untuk tidak menimbulkan pertempuran bersenjata nuklir. Kan ada (Mutually Assured Destruction) atau Second Strike Capability (balasan dengan senjata nuklir).

Ukraina bukan anggota NATO dan Eropa Barat membutuhkan gas alam Rusia. Tentunya semuanya sudah diperhitungkan Rusia berikut ancaman sanksi dari negara-negara Sekutu. Cina juga bersedia menjadi pasar bagi Rusia andaikata diperlukan. Yang paling bisa dilakukan Sekutu hanya mengancam disamping sanksi tentunya upaya destabilisasi Rusia untuk anti perang. Hujatan seluruh dunia dan perang propaganda.

Apakah operasi militer ini akan membuat Presiden Volodymyr Zelensky diminta mundur oleh masyarakat Ukraina? Bagaimana nasib Ukraina ke depannya?

S: Jelas kalau Kyiv dikepung, Zelenskiy bisa saja mengundurkan diri atau terbunuh. Ini kan logika perang. Rakyatnya kalau merasa kesulitan kan tidak punya jalan lain karena tidak ada negara Sekutu yang membantu. Kalau terkepung dan dunia tidak bisa melerai ya mungkin seluruh Ukraina akan jatuh dan pemimpinnya dipilih yang pro-Rusia. Seperti di Belarusia baru Putin merasa aman

Apakah sanksi Ekonomi cukup dari Barat untuk Rusia?

S: Tentunya sanksi ekonomi akan berat bagi Rusia. Tapi dengan sumber daya alam yang besar, dan telah berhasil juga membeli devisa asing yang banyak, kemungkinan kecil saja akan terasa di Rusia. Cina siap juga menjadi pasar, mungkin sulit sedikit dalam soal transaksi bank dan lain-lain tapi kan selalu zona abu-abu, atau hitam dalam perekonomian selalu tersedia.

Dampak bagi Eropa akan seperti apa konflik di Ukraina ini? Baik secara Ekonomi ataupun Politik

S: Kalau berulah, Eropa akan dicekik oleh Rusia dengan menaikkan harga gas alamnya. Sanksi hanya untuk menggentarkan Rusia lebih lanjut. Secara politik andaikata pasokan gas alam benar dihentikan atau dibuat mahal, maka gerakan populis kanan di Eropa Barat bisa mendapatkan angin dan kebanyakan kelompok populis kanan itu dibantu oleh Rusia.

Solusi seperti apa yang akan mengakhiri invasi Rusia terhadap Ukraina ini?

S: Solusi paling mujarab, kalau mayoritas anggota Sidang Umum PBB menghasilkan resolusi tertentu yang tidak bisa di-veto oleh Dewan Keamanan PBB.

Apakah Indonesia juga akan terkena dampak? Baik secara politik dan ekonomi atas masalah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa?

S: Jelas contoh terbuka di wilayah Balkan dan mantan USSR itu jelas dicontoh aktor-aktor Indonesia yang tidak patriotik karena penggeraknya adalah agama transnasional dan geopolitik yang berubah menjadi lebih mementingkan negeri sendiri dibandingkan berkolaborasi.

Ekonomi Indonesia sulit mensejahterakan andaikata warganya tidak mencintai negeri ini secara tulus. Dan kebanyakan tampak bermainnya unsur kepentingan pribadi, kelompok SARA yang menguat setiap harinya. Semua menyembunyikan langkah strategis nya dan mencari sekutu di luar negeri apapun akibatnya untuk persatuan bangsa.

Melihat peran Indonesia dalam konflik ini seperti apa?

S: Jadi langkah-langkah bisa melalui diplomasi senyap Indonesia untuk bicara langsung dengan Putin dan me-lobby negara-negara anggota Sidang Umum PBB untuk melahirkan Resolusi yang menghentikan pembelahan teritori negara-negara yang bardaulat.

Karena Indonesia bisa dikenakan hal yang sama soal genosida atau paksaan pada penduduk teritori yang ada di negeri ini. Sejauh mungkin lakukan diplomasi senyap yang bermodalkan persahabatan lama juga dengan Rusia, dan istimewa atas jasa Belarusia dan Ukraina di PBB mendukung kemerdekaan Indonesia.

Tapi ada langkah yang bisa diambil seperti berupaya berdiplomasi melalui General Assembly (Sidang Umum) – mendorong lahirnya resolusi seperti di masa Perang Korea, yakni pada 7 Oktober 1950 telah dibentuk United Nations Commission for the Unification and Rehabilitation of Korea (UNCURK) melalui Resolusi 376 (V).

Tanpa diplomasi Indonesia yang berhati-hati, aturan-aturan yang dipakai Rusia untuk membelah Georgia menjadi South Ossetia dan Abkhasia dan diulang di Ukraina di Krimea, Luhansk dan Donetsk dan akan mengena Kharkiv — bisa diberlakukan di Indonesia juga. Tanpa ke hati-hatian hancurnya Yugoslavia akan sesuai dengan kondisi bangsa kita.***(tmp)

Rekomendasi Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button