Perubahan Logo Kabupaten Majene, Penggiat Literasi Thamrin Uai Randang : Tidak Perlu, Ini Alasannya!

Oleh : Thamrin Uai Randang
Penggiat Literasi / Pemerhati budaya kab. Majene.

Sejak bergulirnya isu perubahan logo Kabupaten Majene, Provinsi Sulbar selama hampir 2 pekan terakhir ini, telah menimbulkan polemik pro dan kontra dikalangan masyarakat Kabupaten Majene.

Perubahan logo yang di inisiasi oleh mantan ketua DPRD Majene, Darmansyah, M.Hum, sekaligus ketua MSI Sulawesi Barat, anggota DPRD Sulbar, H. Kalma Katta, serta Saggaf Katta, telah memantik perhatian banyak kalangan masyarakat, termasuk kalangan pemerhati budaya dan pemerhati sejarah di Kabupaten Majene dan Kab.Polman.

Tak pelak, antropolog dan sastrawan Bustan Basir Maras yang secara tegas menolak perubahan logo Kabupaten Majene dengan asumsi bahwa logo tersebut adalah merupakan historis Majene sebagai Afdeling mandar, sebagai ibukota mandar lama, dengan segala penciri kota tuanya. Selain itu, belum ada hal urgent yang mesti menjadi pertimbangan sehingga logo tersebut harus di ubah, apalagi dalam kondisi awal pemerintahan Bupati Majene yang masih seumur jagung. Semestinya program yang di dahulukan adalah program yang lebih mendasar di tengah masyarakat, seperti kebutuhan warga pasca gempa di Malunda serta sejumlah program lain yang dinilai lebih penting untuk dilakukan oleh bupati yang baru saja terpilih tersebut.

Selain itu, penggiat budaya dan literasi Sulbar Muhammad Ridwan alimuddin juga sempat memberikan narasi dalam beberapa tulisannya tentang model dan bentuk logo yang baru dan lama. Beliau beranggapan bahwa pemaknaan dalam setiap item logo yang mau dirubah, sangat subyektif, Karena apabila pemaknaan yang dimaksud oleh pak Darmansyah adalah persoalan menyesuaikan logo dengan realitas kekinian, itu juga dinilai ambigu, yang artinya tidak konsisten dengan apa yang ingin dirubah.

Yang kedua, unsur unsur yang ingin dirubah hanya ingin melakukan perubahan letak saja. Sehingga unsur filosofis dan unsur seninya bisa saja bias.

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, maka kami selaku penggiat budaya dan literasi, setelah mempelajari peraturan daerah ( perda ) Kabupaten Majene No 3 tahun 1979 tentang lambang daerah, peraturan pemerintah RI No 77 tahun 2007, Undang undang RI nomor 15 tahun 2019 dan UU RI nomor 12 tahun 2011, maka kami berpendapat bahwa ada tiga hal pokok yang mendasari perubahan logo ini bisa dilakukan.

PERTAMA, melalui program legislasi, yang KEDUA, berkenaan dengan sesuatu hal yang mendesak dan urgen, KETIGA, usulan dan aspirasi masyarakat sejak bulan Desember tahun 2021 sampai bulan februari tahun 2022, BAHWA sosialisasi yang dilakukan oleh staf khusus bupati Majene, bapak Drs. Darmansyah.M.Hum diketahui belum pernah dilakukan usulan oleh pihak eksekutif kepada pihak legislatif berkenaan dengan usulan perubahan logo kabupaten Majene. Artinya, bahwa hal ini dilakukan oleh pribadi pak Darmansyah atau memang sudah mendapat restu dari pemerintah kabupaten Majene. Karena jika tidak, maka akan merugikan bupati Majene dan wakil bupati Majene yang baru seumur jagung memerintah.

Harapan masyarakat, adalah bagaimana pemerintahan yang sekarang lebih memperhatikan pelayanan dan kebutuhan mendasar masyarakat, berkenaan dengan kebutuhan sembako, reformasi birokrasi, penanganan sampah, serta tata kota yang terus mengalami pembangunan yang mesti memperhatikan dampak lingkungan dan hutan kota yang semakin habis dikarenakan oleh pembangunan rumah tinggal dan kos kosan, pengembangan ekonomi kerakyatan, tentang pendidikan di kab.majene yang belum jelas arahnya, serta yang utama adalah kebutuhan masyarakat pasca gempa di kec. Malunda dan Ulumanda.

Dalam paparan pak Darmansyah disampaikan bahwa perlu adanya perubahan model logo kab. Majene, karena selain satu satunya tidak mempunyai semboyan, juga bentuk sudah tidak sesuai dengan makna filosofis realitas hari ini. Beberapa hal yang menjadi pokok perubahan, diantaranya adalah :

1. Gambar daun kelapa 20 lembar adalah 20 desa 1979, sekarang sudah 82 desa.

2. Gambar burewe ( Manyang ) kelapa berjumlah 126 kampung sekarang sudah mengalami pemekaran.

3. 4 kotak lambang merah putih, hijau, dan biru adalah 4 kecamatan, dan kita akan ubah menjadi kepemimpinan tradisional dimajene, yakni kerajaan Banggae, Pamboang, Sendana, dan Komunitas Adat Lalikang Tallu di Malunda, serta Ulumanda.

4. Penambahan kata semboyan “ASSAMALEWUANG”

5. Mengganti simbol burewe atau daun kelapa menjadi kapuk dan padi.

6. Menambah simbol dengan sa,be mandar

7. Mengganti perisai dengan punggung penyu

8. Penggunaan katoang sebagai simbol tanah

9. Penambahan gambar buku sebagai simbol bahwa majene adalah kota pendidikan.

Apabila bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh kakanda Darmansyah, adalah bentuk menampung aspirasi masyarakat untuk merubah logo kab. Majene, maka itu adalah kekeliruan. Seharusnya yang dilakukan sebagai staf khusus bupati, adalah Mengusulkan kepada DPRD tentang perubahan Perda No. 3 tahun 1979 dengan membentuk tim kajian seperti apa merubah atau tidak PERDA tersebut, termasuk melalui Focus Group Discussion ( FGD ) dengan berbagai kalangan.

Apabila alasan tersebut dapat diterima oleh pihak legislatif, maka Pemkab Majene bisa melakukan sayembara tentang logo dan perubahannya. Tetapi akan menjadi sesuatu yang ganjil dengan atas nama pribadi menyurat kepada Pemda dan secara lisan meminta bantuan agar difasilitasi untuk melakukan sosialiasi, meskipun belakangan diralat dengan nama KONSULTASI PUBLIK.

Apapun bentuknya melakukan blusukan hampir keseluruh kecamatan, hanya untuk menerima saran bentuk logo, kami menganggap hal itu terlalu berlebihan, apalagi harus meminta bantuan sekda provinsi untuk bertemu masyarakat Majene yang tinggal di Mamuju untuk sosialisasi tentang perubahan logo Majene. Hal ini hanya akan menjadi safari politik belaka, padahal lebih banyak hal urgent yang mesti di dengarkan dari masyarakat berkenaan dengan sosial kemasyarakatan.

Kalaupun harus dilakukan perubahan logo, mestinya narasi dalam PERDA literasi yang dirubah, diantaranya :

1. Empat warna yang melambangkan empat kecamatan, warna merah, putih, biru, dan hijau, maka ada baiknya warna merah dan putih melambangkan NKRI, lalu warna biru dan hijau melambangkan potensi alam bahari dan agraris. Hal ini mesti dilakukan karena tidak jelas alasan pewarnaan setiap kecamatan yang dimaksud.

2. Slogan dan motto mungkin perlu penyesuaian, tetapi tidak mesti dituliskan dalam logo.

3. Bentuk perahu memerlukan kejelasan gambar, apakah perahu olang Mesa atau gambar perahu saja.

Dari tiga hal tersebut diatas, bisa dilakukan perubahan dalam PERDA,Tetapi tidak mesti dilakukan perubahan total dalam logo sampai harus merubah keseluruhan bentuk karena ini adalah cikal bakal historis Majene dikala terbentuknya.

Narasi PERDA bisa berubah, tanpa harus merubah logo secara keseluruhan, dan ini tidak mesti melibatkan banyak orang sampai satu kabupaten, atau bahkan sampai ke Mamuju, karena itu namanya kampanye.

Tim ahli yang di SK kan oleh Pemda bisa melakukan FGD untuk melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk hal ini. Sehingga tidak perlu membuang tenaga dan pikiran kita hanya untuk berdebat tentang logo majene yang memiliki kekhasan karena apa..?? Hanya Majene lah yang belum pernah melakukan pemekaran, dan itulah penciri khas kota tuanya, Afdeling mandar adalah Majene.

Selanjutnya tentang pemaknaan yang diungkapkan oleh pak Darmansyah, tentang penggantian burewe dan daun kelapa, yang katanya sudah tidak sesuai dengan kondisi hari ini, maka perlu dipahami bahwa pohon kelapa adalah pohon kehidupan. yang dimana pada semua bagian pohon kelapa, bisa dimanfaatkan oleh manusia atau PONNA SIMEMANGAN. Bukan hanya Majene sebagai sentra penghasil kelapa terbesar di Sulawesi barat tetapi lebih pada filosopi makna dari kelapa tersebut.

Sehingga, kelapa tidak perlu diganti dengan padi dan kapuk, hanya karena tidak ada di daerah dimajene. Kalau kita memahami seperti itu, maka masukkan juga yang lain, seperti ubi, jagung, tui tuing, juga kalau perlu, karena sebenarnya sudah ada dalam latar 2 warna biru, dan hijau, sebagai simbol bahari dan agraris.

Kemudian simbol punggung penyu yang katanya tempat pelantikan raja,, jika kita melihat kembali 3 gambar gunung dalam logo, itu sudah mewakili sejarah tradisional mandar Polewali, Majene, dan Mamuju.

Berkenaan dengan pelantikan raja dipamboang, itu sudah ada namanya batu pelantikan di Pallarangan. Dimamuju juga sudah ada ceritanya raja Mamuju dilantik diatas punggung kerbau. Maka, botteng berada diatas tanduk kerbau. Artinya, bahwa pelantikan raja diatas punggung penyu itu, agak lemah sumbernya, karena umumnya menggunakan kerbau.

Kami semua ingin menyampaikan bahwa :

1. Ada baiknya, isu perubahan logo ini dihentikan, karena bisa berakibat blunder dan berakibat merugikan Pemda Majene yang sebenarnya belum mengajukan perubahan terhadap PERDA No 3 tahun 1979 tentang lambang daerah kabupaten Majene. Karena ternyata, wacana perubahan ini, adalah gagasan pribadi pak Darmansyah selaku masyarakat biasa, bukan sebagai staf khusus bupati Majene atau ketua MSI sulbar, juga bukan sebagai ketua partai Nasdem Majene.

Apalagi telah melakukan sosialisasi, Atau diralat dikemudian hari sebagai Konsultasi publik, yang dijadikan sebagai bentuk penelitian termasuk menjadikan wacana media sosial yang terus berkembang sebagai sumber penelitian, padahal semestinya hal ini, dilakukan melalui metodologi penelitian yang akademik.

2. Apabila Pemda majene menganggap bahwa hal ini urgent untuk ditindak lanjuti, maka silakan bentuk TIM KAJIAN, untuk kemudian di usulkan ke DPRD Majene, untuk di tindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku, termasuk di dalamnya SAYEMBARA dan sosialisasi jika diperlukan.

3. Apabila akan dilakukan perubahan pada PERDA NO. 3 tahun 1979, maka silahkan adakan perubahan pada Narasi Perda tanpa harus dilakukan perubahan logo yang dianggap memiliki nilai sejarah dan dianggap menjadi simbol
Majene dengan kota tuanya.

Kami hanya memberikan masukan, tapi PALU kuasalah yang menentukan. Harapan kita smua bahwa slogan MAJENE RUMAH KITA, menjadi rumah kita semua, bukan rumah segelintir orang, demi kesejahteraan masyarakat kab.majene yang kita cintai.. amin..

Wassalamu Alaikum, Warahmatullahi, wabarajatuh..
Penulis : Thamrin Uai Randang
Editor : Irwandi
Produksi : Mediasulbar.com

Rekomendasi Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button