Real Mandar: Money Politik Bukan Gaya Anak Millenial

Majene – Real Mandar salah satu perkumpulan anak muda yang terhimpun bersama gerbong Relawan Arismunandar, ikut mengkampanyekan agar generasi anak millenial ikut menolak praktek money politik dalam ajang kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020.

“Money politik bukan gaya anak Millenial. Tetapi, generasi millenial harus menyampaikan gagasan, bersosialisasi dengan masyarakat. Lebih miris lagi, jika generasi millenial malah ikutan mendata atau sekedar membuang waktunya dengan cara nongkrong biasa-biasa saja,” kata Ketua Tim Real Mandar, Muh.Asri Samual kepada mediasulbar.com di Majene, Minggu, 24/10/2020.
Menurutnya, generasi millenial tidak boleh bersikap ‘oportunis’ dalam kehidupan demokrasi karena ini menyangkut mencari figur pemimpin terbaik disuatu daerah.
“Generasi muda harus jadi pelopor demokrasi. Sikap ‘oportunis’ ini terkadang mereka (millenial.red) merasa bahwa Pemilihan tidak berdampak pada nasib mereka. Sikap seperti itu harus dibuang jauh-jauh. Kita berharap, generasi millenial justru mengambil peran utama untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat,” katanya.
Sekarang ini, generasi millenial sebagai salah satu penyumbang suara terbesar di ajang Pilkada cukup rentan terkena politik uang. Karena itu, komunitas Real Mandar dalam momentum politik berlabel Pilkada, selamanya berusaha memberikan penyadaran kritis terhadap masyarakat dalam menjaring figur calon pemimpin di daerah kita.
Sebab kata dia, jika masyarakat keliru dalam menjaring pemimpin maka tentu akan terjadi penyesalan yang luar biasa selama lima tahun kedepan.
“Pemimpin itu lahir dari sebuah proses demokrasi melalui pilkada. Nah, kita tidak bisa membiarkan orang jahat mengambil peran sebagai ‘top leader’. Apalagi, jika kekuasaan itu direbut dari hasil praktek money politik maka yang akan dipikirkan pemimpin itu adalah uapaya percepatan mengembalikan beban biaya politik yang begitu mahal,” kata Asri.
Asri menyebut, untuk menguatkan sosialisasi Pilkada yang sehat dan bersih anti money politic, maka perlu ada kerja sama semua pihak yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan partai politik pengusung calon untuk bersama-sama menolak praktek politik uang.
Memang sangat sulit menghentikan kebiasaan menerima uang sogokan dalam menentukan pilihan, meski mereka ada yang menyadari bahwa itu salah satu bentuk mentransaksikan diri dalam ruang pasar demokrasi.
“Money politics” hanya akan menjatuhkan harga diri masyarakat. Jatuhnya harga (diri) pemilih akhirnya juga membentuk mentalitas dan cara pandang mereka yang terpilih. Karena merasa sudah membeli suara rakyat, maka calon terpilih merasa tidak lagi memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat (yang memilihnya). Begitulah hukumnya, sesuatu yang dibeli berarti sudah dimiliki, dan tuan berhak melakukan apa saja terhadap apa yang mereka dapatkan.
Maka dari itu kata dia, generasi anak muda Millenial perlu berupaya sedini mungkin untuk meminimalisir tradisi yang merusak itu. Dalam hal ini tentu bukan hanya masyarakat yang harus berpikir rasional dan mengambil sikap bermartabat. Juga sikap berdaulat: bahwa mereka memilih karena mereka memang punya pilihan sadar sebagai pribadi yang merdeka untuk memilih sesuai hati nurani.
Mencegah terjadinya politik uang dalam demokrasi dapat dimulai dari diri sendiri, sebab semua yang terjadi berawal dari hati nurani. Terkhusus untuk generasi milenial yang melek teknologi informasi maupun komunikasi, sudah seharusnya generasi muda menyadari bahwa suara mereka adalah penentu perubahan suatu daerah. Pandai memilah dan memilih tindakan yang harus dilakukan, kewajiban yang harus dilaksanakan, dan kesalahan yang tidak perlu dilakukan.****
Penulis Acho Antara
Produksi by mediasulbar.com