Relawan Luar Daerah Kritisi Penanganan Gempa Sulbar
MAJENE – Sejumlah relawan asal luar daerah ikut kritisi kebijakan pemerintah daerah dalam hal penanganan darurat bencana gempa Sulawesi Barat (Sulbar) dengan magnitudo 6, 2 SR yang terjadi pada tanggal 15 Januari 2021.
“Sejak kami tiba di Sulbar sejak dua pekan yang lalu, kami bersama tim relawan lainnya lebih awal menyisir di titik pusat gempa di Desa Mekkatta, Kecamatan Malunda dan Ulumanda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Semenjak itu, kami tak pernah bertatap muka dengan pemerintah setempat,” kata tim Tagana Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Abdul Azziz Tumada sesaat sebelum kembali ke daerah asal di Majene, Minggu, 14/2/2021.
Menurutnya, peran pemerintah daerah dalam hal penanganan darurat bencana terbilang minim. Tak heran jika beragam keluhan dan kasus bermunculan selama masa tanggap darurat bencana di Sulbar.
“Kami ini sudah sering bertugas melaksanakan tugas kemanusiaan setiap bencana alam. Seperti kondisi bencana di Nusa Tenggara Barat (NTB) maka disana pemerintahnya begitu pro aktif dan bahkan relawan mendapatkan fasilitas dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas penangangan darurat bencana. Tetapi hal itu tak kami rasakan selama menjadi relawan di Sulbar,” kata Azziz.
Menurutnya, bukti buruknya penanganan darurat gempa bumi di Sulbar terlihat dari beragam keluhan masyarakat dan menyampaikan problema terkait perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Bukan hanya itu, penanganan pengungsi khususnya Lansia, Balita, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui dalam kondisi memiriskan. Tidak heran, jika di gang pengungsian di Desa Mekkatta justeru menambah jumlah deretan yang meninggal dunia selama di barak pengungsian.
“Relawan telah bekerja all-out di lapangan justeru lebih menonjol kerjanya. Anehnya, relawan yang membantu korban gempa malah terkesan diabaikan keberadaannya oleh pemerintah. Hal ini sungguh memalukan,” keluh relawan yang juga mahasiswa asal Sultra ini.
Azziz menambahkan, pemerintah punya kewajiban untuk membangun kembali infrastruktur bangunan yang rusak. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,” ujarnya.
Perbaikan sarana umum yang rusak bisa dipercepat sebagaimana yang diatur dalam undang-undang kebencanaan. Masa tanggap darurat telah berakhir karena saat ini telah memasuki masa rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan yang terdampak gempa bumi atau mengalami kerusakan akibat bencana alam.***
Penulis Acho Antara