SAAT TRANSPARANSI DANA BANTUAN GEMPA SULBAR DI GUGAT

MAMUJU –  Di kampungku di Sulawesi Barat sana, sedang berlangsung kasak kusuk tentang bantuan tenda untuk penyintas gempa bumi yang tidak terbagi. Lalu merembet akhirnya pada dugaan penyalahgunaan anggaran dana sumbangan dari berbagai donatur yang sebagiannya mengendap di rekening Pemerintah setempat.

Inilah akibatnya jika sejak awal tidak ada keinginan baik untuk menampilkan transparansi informasi kepada publik. Seharusnya begitu bencana terjadi dan bantuan sudah mulai berdatangan, pemprov Sulbar sudah mempersiapkan pendataan atau pengadministrasian.

Bukan barang susah dan sulit sesungguhnya. Sebab kerja-kerja administrasi memang adalah bagian dari aktivitas birokrasi. Setidaknya, ada 2 pendataan terkait bantuan dan donasi bencana gempa yang harus dilakukan. Pertama, Berapa yang masuk, dari siapa dan beralamat dimana. Kedua, Pengeluarannya, didistribusi kemana dan pada siapa, progres setiap waktunya bagaimana dan seterusnya. Amat sederhana, sebenarnya.

Namun hal tersebut tidak terjadi. Padahal bantuan tersebut berasal dari publik dan diperuntukkan untuk publik. Maka harus ada transparansi informasi tentang tata kelola serta akuntabilitas penggunaannya. Hal ini terkait juga dengan hak publik untuk mengetahuinya. Hak Ini dijamin oleh undang- undang.

Dalam konteks UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, data tentang bantuan dan donasi tersebut diatas bukanlah termasuk informasi yang dikecualikan untuk di ketahui publik. Ia tergolong informasi yang wajib disediakan. Maka hak publik untuk tahu dan pemrop seharusnya memediasi dan menyediakannya.

Jika untuk informasi yang wajib diketahui publik seperti ini tidak disediakan, sementara ini bukan susah atau sulit untuk dilakukan oleh pemprov Sulbar, maka publik bisa menduga; ada penyalahgunaan dana, bantuan dan donasi. Publik juga bisa menduga ini terencana dan terstruktur. Akuntabilitas kinerja pemprov Sulbar akan digugat dan dipertanyakan.

Lihatlah sekarang, suara-suara publik yang mendorong untuk adanya audit dan investigasi sudah mulai menggaung. Dan tunggulah, sebentar lagi para pejabat itu akan saling tunjuk dan saling tuding persoalan tanggung jawab.

Sementara itu, di tenda-tenda pengungsian yang sempit, rakyat yang menjadi korban gempa, yang rumahnya hancur, yang anggota keluarganya tewas, yang mata pencahariannya terganggu akibat dampak gempa hanya bisa terperangah mendengar kejadian ini. Sambil menahan amarah serta rasa pahit nan getir dalam hati.

Semua ini terjadi gara-gara tidak adanya transparansi informasi. Semuanya karena tertutupnya saluran informasi. Karena informasi disepelekan, dan rakyat (masih) tak dianggap.

***
Makassar, 18 februari 2021

(Surakhmat Haqqani, Komisioner Komisi Informasi Sulbar 2020-2024)

Rekomendasi Berita

Back to top button