Shalat Id, Alat Pengeras Suara di Lapangan Bura Sendana “Takut” Angin Kencang

MAJENESekitar lebih dari 1.000 jamaah mulai memenuhi lapangan Bura Sendana, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, untuk mengikuti shalat Idul Fitri yang menjadi tanda berakhirnya bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Masyarakat dari berbagai lingkungan di Kelurahan Mosso maupun Desa Limbua, terlihat memadati lapangan sejak pagi. Mereka langsung mencari posisi atau tempat aman beribadah dengan memperhatikan anjuran pemerintah terkait protokol kesehatan  penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penularan covid-19.

Warga ummat muslim saling bersalaman lalu bermaafan usai pelaksanaan ibadah shalat Idul Fitri 1442 Hijriyah yang dipusatkan di lapangan Bura Sendana, Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat.

Meski hembusan angin di pagi itu bersahut-sahutan ketika ummat muslim sedang beribadah Shalat Idul Fitri, namun jemaah tetap saja fokus beribadah dengan penuh khidmat.

Demikian pula jajaran aparat kepolisian setempat, juga terlihat melaksanakan perannya mengatur lalulintas serta mengamankan proses pelaksanaan ibadah shalat Idul Fitri.

Suasana pelaksanaan ibadah shalat Idul Fitri di Lapangan Bura Sendana

Dalam proses Ibadah ini, mantan Ketua DPRD kabupaten Majene, Drs Darmansyah bertindak selaku khatib.
Sayangnya, saat beliau menyampaikan khotbah dihadapan ribuan jemaah, salah satu perangkat pengeras suara yang disiapkan Panitia Hari Besar Islam (PHBI) kecamatan Sendana, terkesan “Takut” terhempas angin kencang.

Akibatnya, materi khotbah yang disampaikan di momen lebaran itu menjadi tidak terdengar baik oleh jemaah, khususnya yang berada di sap belakang.

Sangat disayangkan, ketika khatib dengan penuh semangat membawakan materi khutbah yang begitu luar biasa, tetapi jemaah merasa terganggu lantaran pengeras suara sering terputus.

Siti salah seorang warga asal Paminggalan Kecamatan Sendana, yang tahun ini berlebaran bersama sanak keluarganya di Dusun Lembang, ikut menyoroti kegagalan panitia dalam menyiapkan perangkat  pengeras suara yang begitu buruk. Seharusnya, panitia mampu memastikan bahwa kondisi alat pengeras suara tidak bermasalah. Nyatanya kondisi alat pengeras suara yang sering terputus justeru mengganggu khatib, apalagi jemaah perempuan yang berada di sap paling belakang, sudah pasti tidak bisa mendengar ceramah islami secara utuh.

Padahal kata Siti yang baru dua bulan terakhir tiba di kampung halaman setelah empat tahun  ikut merantau ke negeri Uni Emirat Arab (UEA) menambahkan, sejatinya panitia menyiapkan alat yang paling bagus karena ini adalah momen hari besar keagamaan yang kita rayakan sekali setahun bagi ummat muslim di seantero jagat dunia.

“Ceramah beliau sesungguhnya begitu menarik dan begitu menyentuh hingga menembus relung hati paling dalam. Jujur, hati saya mendidih ketika mendengar ceramah yang mengungkap tentang persoalan kasih anak terhadap orang tua. Saya ini termasuk golongan anak gagal berbakti terhadap ibu,” ujar Sisi.

Usai Shalat Idul Fitri, warga Desa Limbua llangsung berziarah di tempat pekuburan Islam di Desa Limbua.

Makanya, dirinya kerap menyesali  proses kehidupan yang ia jalani selama ini karena merasakan ada kesalahan dosa besar yang dilakukan terhadap ibu selama ini.

“Rasanya saya ingin berteriak kencang  kelangit tujuh susun akan dosa yang dilakukan. Hal itu akibat kami selaku anak telah berbuat ceroboh karena gagal  memberikan hal terbaik saat ibu sedang mengharapkan anaknya ada disampingnya ketika orang tua sedang jatuh sakit. Sebetulnya kami telah mendapat restu dari sang majikan untuk pulang kampung menengok orang tua yang sedang sakit memburuk. Apesnya, rencana  pulang kampung pun batal gara-gara terjebak berada di luar negeri pasca pemerintah memberlakukan pelarangan penerbangan dampak  merebaknya virus Corona.

“Saya tidak tahu, jika Tuhan ikut memanggil saya dikemudian hari, apakah saya bisa mencium aroma kasturi Sorga atau mendapatkan siksa neraka. Jujur aku merasa hampa karena disaat ibu sakit hingga tutup usia, saya jauh darinya. Apa yang dilontarkan khatib adalah kebenaran yang harus dijalankan oleh anak terhadap kedua orang tua.

“Bagi anak yang masih memiliki kedua orang tua agar jangan seperti saya. Rawat dan sayangilah ibumu yang telah merawat kita sejak dalam kandungan selama sembilan bulan hingga anak terlahir di dunia dan bahkan kita tumbuh dewasa. Jadilah anak yang bisa berbakti terhadap ibu karena surga itu ada di telapak kaki ibu,” ucap Siti dengan nada sedih saat rangkain pelaksanaan ibadah telah usai yang dipusatkan di lapangan Bura Sendana Somba, Majene, Kamis, 13/5/2021.

Sebagai bentuk pengabdian untuk menebus kesalahannya kata dia, maka ia tak lekang mengirimkan doa setiap beribadah dan mensedehkahkan sebahagian reskinya untuk almarhum yang diberikan kepada saudara muslim kita yang tergolong miskin. Itulah cara saya untuk menebus segala khilaf dan dosa yang kami lakukan terhadap orang tua. ***

Penulis Acho Antara

Rekomendasi Berita

Back to top button