Unicef – Bappenas – Pemprov Bahas Penanganan Anak Putus Sekolah

Mamuju  — Sebagai salah satu lembaga internasional yang konsen terhadap permasalahan pendidikan, khususnya anak putus sekolah , United Nations Children’s Fund ( Unicef), melakukan pertemuan dengan Pemprov Sulbar terkait penanganan permasalahan pemdidikan di Sulbar . Bersama perwakilan Bappenas dan perwakilan Unicef diterima oleh Plh. Sekprov Sulbar, Arifuddin Toppo di ruang kerja Plh.Sekprov, Rabu, 5 September 2018.

Arifuddin menjelaskan, kunjungan Unicef dan Bappenas tersebut untuk menangani masalah anak-anak putus sekolah, disamping itu juga menangani masalah anak disabilitas secara serius.

“Di daerah ini memang banyak faktor mengakibatkan anak putus sekolah, termasuk pernikahan anak usia dini yang cukup tinggi. Untuk masalah disabilitas pun karena mereka termasuk anak bangsa yang mempunyai hak pendidikan, jadi disini ada dua kebijakan yaitu masuk ke SLB atau masuk ke sekolah reguler yang mempunyai program kelas inklusi,” tuturnya.
Terkait masalah pendidikan di Sulbar, Arifuddin juga menegaskan butuhnya komunikasi yang baik antara kabupaten dan provinsi dikarenakan terkadang provinsi dan kabupaten memiliki sinkronisasi penanganan yang berbeda, terutama di regulasi.

“Jadi kita butuh rapat kordinasi, karena sangat penting adanya sinkronisasi program antara kabupaten dan provinsi yang diikat oleh regulasi. Mudah-mudahan kami bisa menggiring enam kabupaten di daerah ini untuk bisa lebih memajukan pendidikan,” tandas lelaki yang juga menjabat Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Sulbar tersebut.

Sementara itu, Chief of Education Unicef, Hiroyuki Hattori menyampaikan, Unicef bekerja sama dengan Bappenas mendukung pemerintah pusat dalam mengembangkan strategi nasional pada pendidikan dan memasukkan daerah Sulbar sebagai salah satu daerah kunjungan karena telah menunjukkan progress dan hasil yang baik dalam penyelesaian kendala yang ada.

“Data dari Bappenas menunjukkan Sulbar termasuk salah satu dari peringkat teratas untuk masalah anak putus sekolah, jadi solusi yang tepat untuk daerah yang memilik tantangan berbeda ini yaitu memiliki strategi yang berbeda-beda pula untuk setiap masalah termasuk siswa disabilitas, siswa yang harus bekerja sebagai ibu rumah tangga, siswa yang berada di area terpencil, dan siswa yang telah menikah atau mengalami pernikahan usia dini. Jadi saya pikir kita butuh strategi berbeda untuk setiap penyebab masalah tersebut,” jelas Hiroyuki.
Di tempat yang sama, Suhaeni Kuddus yang juga perwakilan dari Unicef membeberkan, masalah anak putus sekolah memiliki tantangan sangat banyak, beberapa kendalanya yaitu kendala geografis, masalah ekonomi, anak-anak berkebutuhan khusus dan akses.

“Jadi sangat banyak isu yang harus ditangani, harapan kami mudah-mudahan pemprov Sulbar bisa mengadakan strategi nasional yang dapat menghasilkan solusi yang baik,” pungkas Suhaeni.

Suhaeni menambahkan, salah satu tujuan kedatangan Unicef juga yaitu bekerjasama dengan Bappenas akan mengadakan workshop konsultasi yang pada dasarnya untuk mendapatkan masukan atau feedback dari stakeholder yang ada di daerah untuk mendapatkan petunjuk teknis dalam menyusun strategi nasional, “Karena kami yakin pemangku kepentingan di Mamuju atau Sulbar memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi anak putus sekolah, jadi bisa menentukan keputusan terakhir dari strategi nasional ini,” tambahnya.
dari Bappenas, Sularsono juga turut menyampaikan, bekerja sama dengan Unicef sangat membantu Bappenas dalam mengambil kebijakan, terutama kebijakan di bidang pendidikan yang berkaitan dengan akses dan kualitas.

“Jadi kita bekerja sama dengan Unicef untuk mencari strategi-strategi jitu agar anak putus sekolah kembali lagi bersekolah sehingga target pemerintah dalam rangka peningkatan akses bisa tercapai agar kita bisa beranjak ke masalah peningkatan kualitas. Kunjungan inipun untuk menyusun petunjuk teknis dalam menyusun strategi nasional, juga minta masukan sekprov dan dinas terkait bagaimana agar kita dapat menyusun rencana aksi daerah (RAD) agar anak putus sekolah bisa kembali ke bersekolah, agar target kita wajib belajar 12 tahun tercapai dan pada akhirnya target indeks pembangunan manusia meningkat,” tandasnya. (dila)

Rekomendasi Berita

Back to top button