Upaya Mengurangi Risiko Kematian Akibat Varian Baru
Adaptasi pada Kebiasaan Baru dan Proaktif Masyarakat
Jakarta – Pemerintah terus berupaya memantau perkembangan varian virus COVID-19, agar dapat melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran. Termasuk di dalamnya varian Delta yang menjadi perhatian banyak negara saat ini dikarenakan tingkat penularannya yang tinggi.
Mendampingi pemerintah yang terus menguatkan pelaksanaan 3T, masyarakat diharapkan disiplin memelihara 3M, juga mengurangi mobilitas dan kegiatan-kegiatan lain yang berisiko memperluas penyebaran virus COVID-19. Pada akhirnya, kita dihadapkan pada fakta bahwa adaptasi untuk hidup berdampingan dengan COVID-19 harus dilakukan.
Varian Delta dikenal memiliki masa inkubasi lebih pendek dan karakter yang cepat menempel pada sel tubuh manusia.
Varian Delta, menurut dr Koesmedi Priharto SpOT MKes – Kasubbid Tracing Satgas Covid-19 saat menjadi pembicara pada Dialog Produktif KPCPEN dengan tema Upaya Mengurangi Risiko Kematian Akibat Varian Baru, memang mudah menular dan mendominasi lebih dari 76% yang ditemukan di Indonesia. Namun demikian, seperti virus pada umumnya, virus
COVID-19 akan dapat dikalahkan oleh daya tahan tubuh manusia yang kuat. Virus COVID-19
memiliki karakter penularan head-to-head yakni manusia dengan manusia, tanpa melibatkan
perantara makhluk hidup lain. Karena itu, dengan perbaikan perilaku manusia, angka penularannya dapat ditekan.
“Dengan perilaku baik dan sehat dari masyarakat didukung vaksinasi dan pengaktifan 3T dari pemerintah, semoga penularan virus ini dapat dikendalikan. ” tegas Koesmedi.
Sementara pada kesempatan yang sama, Dr Ede Surya Darmawan, SKM. MDM – Ketua IAKMI
menyebut, bahwa penelitian menunjukkan varian Delta dapat menular hanya dengan satu menit interaksi tanpa masker, sehingga harus diwaspadai.
Percepatan vaksinasi sebagai upaya mencegah penularan dan mengurangi risiko sakit berat juga
kematian, terus dilaksanakan. Ini adalah tantangan bagi Indonesia sebagai negara dengan populasi besar dan karakteristik geografis luas serta beragam.
Dr Martina Yulianti SpPD, FINASIM – M.Kes ( MARS ) Plt Direktur RSUD Aji Muhammad Parikesit
Kabupaten Kutai Kartanegara dari Kalimantan Timur menjelaskan, bahwa cakupan pemberian vaksin di daerah masih rendah, terutama karena kendala pasokan vaksin. Derasnya arus informasi yang menyesatkan di kalangan masyarakat, juga masih menjadi tantangan tersendiri bagi para petugas di lapangan. Menghadapi banyaknya pasien dalam waktu bersamaan, para tenaga kesehatan bekerja sama dengan pemerintah daerah berusaha semaksimal mungkin memberikan penangan terbaik bagi masyarakat.
Rumah sakit atau pengobatan adalah benteng terakhir, menjadi hilirnya. Yang tak kalah penting adalah pencegahan di bagian hulu. Sesuai amanat pemerintah, kami juga telah melaksanakan kegiatan untuk memutus mata rantai penularan,” ungkap Martina.
Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran, pemerintah menguatkan testing dan
tracing melalui Satgas COVID-19, TNI Polri, juga aparat pemerintah di masing-masing daerah yang berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Kesadaran dan sikap proaktif masyarakat di daerah lebih diharapkan untuk membantu pelaksanaa ttesting serta tracing, karena rasio di daerah belum setinggi di Jakarta yang sudah memenuhi target tes harian. Masyarakat didorong untuk sukarela melakukan testing dan bila hasilnya positif segera melaporkan kontak eratnya agar dapat ditelusuri.
Selama menunggu keluarnya hasil tes, pasien maupun kontak erat sebaiknya langsung melakukan isolasi dan karantina sebagai tindak pencegahan penularan. Merujuk pada aturan WHO, isolasi dan karantina adalah selama 14 hari.
Penguatan kualitas isolasi mandiri di masyarakat juga masih diperlukan. Ede menegaskan, hanya
tenaga kesehatan yang dapat memutuskan apakah pasien dapat melakukan isolasi mandiri atau perlu dirujuk ke isoter dan rumah sakit. Isolasi mandiri juga sebaiknya dilakukan dengan berbagai persyaratan, seperti : harus dipantau oleh petugas, siap dengan peralatan yang diperlukan (oksimeter, tensimeter, dll), dan ketersediaan obat.
Dengan demikian, pasien dapat terisolasi
dengan aman. Pemerintah telah menyiapkan dukungan logistik dan obat bagi pasien yang
melakukan isolasi mandiri, yang disalurkan oleh aparat setempat.
Upaya pelaksanaan PPKM berhasil menurunkan positivity rate varian Delta di Indonesia, namun
angkanya masih berkisar pada 20%. Targetnya, sesuai standar WHO adalah 5%. Karena itu, masih memerlukan perjuangan semua pihak untuk bekerja sama mengurangi laju penyebaran virus
COVID-19 sekaligus menurunkan angka kematian. Pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) dari pemerintah, harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi 3M dan protokol kesehatan lainnya. Sikap proaktif masyarakat selalu diharapkan, termasuk menggalang gotong royong antar warga. Tetap waspada, namun jangan hidup dalam ketakutan dan terus berdoa.***
Penulis MS