RTRW Mamuju Tengah Dibedah di Jakarata

Jakarta – Sedianya acara berdasarkan undangan dari Kementerian Agaria dan Tata Ruang, diruang rapat Prambanan lantai I, Gedung Direktorat Jenderal Tata Ruang atau eks. Kementerian Perumahan Rakyat. Namun rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Dirjen Tata Ruang, karena alasan teknis, akhirnya evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Mamuju Tengah, acaranya dipindahkan ke ruang pertemuan Hotel Palatean, Lantai II.

Dihadiri oleh semua perwakilan dari Kementerian yang berada dalam lintas koordnasi RTRW, Ketua DPRD Mamuju Tengah, Arsal Aras, beserta perwakilan DPRD Mamuju Tengah, . Sekkab Mamuju Tengah, Askari, Kepala Bappeda Sigit Dwi Hastono, Kabag Hukum Mamuju Tengah, Hasanuddin, Kadis PU Sihtarung, Muh Akhyar Arifin, Kabag Lingkungan Hidup Mamuju Tengah, Muliadi serta Kepala Bappeda Mamuju, Rahmat Auchur Thahir. Dokumen yang berisi 12 Bab dengan jumlah pasal 98, dalam pandangan para pihak dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), dikuliti pasal perpasal setiap perwakilan kementerian yang tergabung dalam BKPRN termasuk dari Sekertaris Kabinet.

Mewakili Kemetrian Koordinator Polhukam RI, oleh Asisten Deputi Kementerian Polhukam, Kolonel Agit Thomas, menyampaikan bahwa paling penting dalam penyusunan RTRW yang berhubungan dengan Polhukam, adalah bagaimana kebijakan itu memuat unsur kepastian secara hukum dan politik, karena ketika itu bermasalah yang justru dirugikan adalah rakyat bukan pemerintah. Olehnya bagi Polhukam produk RTRW itu adalah produk vital, tapi pada kesempatan itu pihak Polhukam juga tidak lupa mengajukan pertanyaan apakah secara teknis pemerintah pusat melalui instansi terkait telah memberikan petunjuk teknis RTRW, berapa bab yang mesti disepakati, berapa pasal. Tapi secara umum, apakah Ranperda itu sudah cukup baik, tinggal membenahi hal teknis serta hal yang secara bahasa bisa ditafsirkan salah.

Untuk masukan direktur Kementerian Pertahanan, yang diwakilkan pada Direktur Pertahanan, Agus Sukarya, berharap dalam RTRW itu telah dicantunkan peruntukan pelatihan militer sebagaimana dalam PP 68 2014, dimana setiap kabupaten dari awal mencantumkan peruntukan ruang zonasi militer.

Dari Kementerian lain yang juga masuk dalam BKPRN, memberikan rekomendasi yang merupakan koreksi total pada Ranperda RTRW, semisal ada beberapa pasal yang inkonsisten, hal lain yang juga menarik adalah tidak masuknya dalam konsideran mengingat agar ditambahkan UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 68 Tahun 2014, dan PP No. 8 Tahun 2013, Redaksional raperda agar dicek kembali terutama terkait acuan pasal. Peta agar disesuaikan dengan ketentuan PP No. 8 Tahun 2013, Peta administrasi agar disesuaikan dengan peta administrasi yang dikeluarkan oleh Kemendagri, karena mempengaruhi luasan kawasan pada pola ruang. Peta RBI agar menggunakan update terbaru tahun 2013. Substansi rencana yang tercantum pada raperda agar disinkronisasi dengan materi teknis dan peta. RTRW Kabupaten Mamuju Tengah agar disinkronisasi dengan RTRW Provinsi Sulawesi Barat.

Hal yang menjadi koreksi juga dalam evaluasi RTRW, yakni soal rencana pembangunan terminal, didalam RTRW direncanakan terminal akan dibangun untuk angkutan AKAP, tapi tercantum tipe C, untuk AKAP mesti membangun terminal tipe A. Dari Bidang Kelautan, RTRW Mamuju Tengah juga mesti konsisten dari awal membuat perencanaan kelautan, sebab data seat yang ada didaratan tidak selalu sama dengan data laut, sehingga penentuan zonasi potensi kelutan dan pemanfaatannya meski dari awal dibicarakan secaara ketat sehingga kelak RTRW Mamuju Tengah, yang direncanakan akan berlaku kurang lebih 25 tahun kedepan, dalam perencanaan pembangunan nasional bidang kelautan tidak mengalami celah perdebatan kedepan.

Dari Kementerian Pertanian, BPN dan Tim Geologi ESDM RI, untuk pertanian kiranya pemerintah didaerah meski patuh dari awal pada UU Nomor 41 Tahun 2009, soal pemanfaatan lahan serta pencadangan lahan, dari BPN juga menyampaikan demikian, tapi menegaskan kiranya dalam pemanfaatan lahan dan perijinan daerah mesti melibatkan BPN alam pertimbangan teknis, sementara untuk kepentingan percepatan penetapan RTRW, pemerintah atau tim penyusun RTRW bisa menggunakan PP No.8 Tahun 2013, dimana pelepasan lahan bisa dibicarakan setelah penetapan Ranperda RTRW.

Koreksi yang disampaikan oleh ESDM, bahwa sangat penting dari awal menetapkan zonasi pengwilayahaan pertambangan, sehingga terjalin intergrasi pengwilayaan tambang dari awal. Menurut pihak ESDM, pentingnya pengwilayahan ini, dalam rangka memberikan kepastian zonasi itu sendiri yang mengatur soal zonasi tambang di Mamuju Tengah nanti, termasuk kemudian BUP Pertambangan, BUP Pertambangan Rakyat, dan BUP Cadangan Negara, selain itu penetapan zonasi tambang ini juga jangan sampai berbeda dengan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.

Hal menarik yang disampaikan oleh perwakilan Sekertaris Kabinet, soal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) jangan sampai kemudian dilupakan dimatangkan secara teknis, sebab itu menyangkut soal pengelolaan lingkungan.

Pasca semua perwakilan kementerian dalam BKPRN memberikan pendapatnya, pimpinan pertemuan dari BKPRN, Lina Marlina, mengutarakan bahwa semua poin poin yang menjadi hasil evaluasi pada Ranperda RTRW Mamuju Tengah, mesi dipatuhi, dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap Perda RTRW itu nanti saat telah ditetapkan dan digunakan. Akhirnya pertemuan yang dimulai sejak pukul 9:30 waktu Jakarta itu berakhir tepat pukul 13:40 waktu setempat, dan dituangkan dalam berita acara yang ditanda tangani semua perwakilan kementerian terakit dalam BKPRN. (Advedtorial)

Rekomendasi Berita

Back to top button